Muhammad bin Wasi’ : Panutan Dalam Pelajaran Ikhla
Melihat ke belakang, menoleh sejarah. Ada kisah-kisah menakjubkan
yang telah tertoreh. Manusia-manusia pilihan, tokoh besar sepanjang
masa. Membaca dan mempelajari tentang kehidupan mereka seakan membaca
dan mempelajari sebuah keajaiban. Kadang muncul takjub, bahagia, heran,
dan bertanya,”Mampukah kita seperti mereka?”. Namun, tetap saja kita
diperintahkan untuk mencontoh mereka. Meniru orang mulia agar menjadi
mulia.
Dari kalangan tabi’in murid-murid sahabat Nabi, ada sebuah nama yang sangat dikenal dengan ketekunan dalam beribadah. Beliau adalah Abu Bakar Muhammad bin Wasi’ bin Jabir Al Akhnas.Al Imam Rabbani Al Qudwah. Ada yang mengatakan ; Abu Abdillah Al Azdi Al Bashri. Salah seorang tokoh besar di masanya. Haditsnya diriwayatkan oleh Muslim,Abu Dawud,Tirmidzi dan An Nasa’i.
Beliau berguru ilmu hadits kepada Anas bin Malik, Ubaid bin Umair, Mutharrif bin As Syikhir, Abdullah bin As Shamit, Abu Shalih As Samman, Muhammad bin Sirin dan lainnya. Beliau sedikit meriwayatkan hadits.
Dengan kedudukan beliau, banyak ulama’ yang berguru dan mengambil ilmu dari beliau. Diantara murid-murid beliau ; Hisyam bin Hassan, Azhar bin Sinan, Ismail bin Muslim Al Abdi, Sufyan At Tsauru, Ma’mar, Hammad bin Salamah, Sallam bin Abi Muthi’, Shalih Al Murri, Hammad bin Zaid, Ja’far bin Sulaiman Ad Dhuba’i, Nuh bin Qais, Sallam Al Qari, Muhammad bin Al Fadhl bin Athiyyah.
Ali Al Madini berkata : “Muhammad bin Wasi’ memiliki lima belas riwayat hadits”
Pujian Ulama’
Seorang hamba yang beriman dan senang beribadah,disegerakan pahalanya dengan adanya pujian dan sanjungan dari orang-orang yang baik. Begitupula Muhammad bin Wasi, dengan kemuliaan dan kehormatan yang beliau miliki, mengalirlah pujian dari para ulama’ kepada beliau.
Ibnu Syaudzab berkata,”Muhammad bin Wasi’ tidak memiliki ibadah yang menonjol bila dibandingkan dengan yang lain. Namun jika ditanyakan,”Siapakah penduduk Basrah yang paling mulia?” Jawabannya pasti : ”Muhammad bin Wasi’”.
Musa bin Harun menjelaskan,”Muhammad bin Wasi’ adalah seorang ahli ibadah, senang beramal, wara’, memiliki kedudukan tinggi, mulia, tsiqah, berilmu dan semua kebaikan ia kumpulkan”
Ibnu Hibban bercerita,”Beliau termasuk ahli ibadah yang teliti, ahli zuhud yang senang beramal. Beliau pernah berangkat berjihad di Khurasan. Keutamaan dan kelebihan yang beliau miliki sangat banyak”.
Malik bin Dinar mengatakan,”Muhammad bin Wasi’ termasuk ahli membaca Al Qur’an Ar Rahman.Keutamaannya sangat banyak”.
Pandangan Terhadap Dunia
Kaum alim ulama’ memiliki pandangan yang berbeda dengan keumuman manusia dalam menilai dunia. Dunia bukanlah tujuan sesungguhnya. Namun, dunia hanya tempat mempersiapkan bekal untk menggapai kehidupan di kampung abadi nanti dan dunia adalah tempat persinggahan.
Hammad bin Zaid berkata,”Ada orang berkata kepada Muhammad bin Wasi’,”Berikanlah wasiat untukku!”. Beliau menjawab ; ”Aku wasiatkan kepadamu agar engkau menjadi raja di dunia dan akhirat”. Orang itu bertanya,”Bagaimanakah caranya?”.Muhammad bin Wasi’ menjelaskan,”Bersikaplah zuhud terhadap dunia”.
Muhammad bin Wasi’ berkata ; ”Sungguh, aku iri kepada orang yang kuat beragama sementara ia tetap ridha dengan dunia yang sedikit padanya”.
Dalam pertempuran Jurjan,Yazid bin Al Muhallab memperoleh rampasan perang dalam bentuk mahkota yang dihiasi permata.Yazid bertanya kepada pasukannya,”Apakah kalian percaya, masih ada orang yang tidak menginginkan benda ini?”. Mereka menjawab,”Tidak!”. Yazid lalu memanggil Muhammad bin Wasi’ Al Azdi dan berkata,”Terimalah mahkota ini!”. Muhammad bin Wasi’ berkata,”Aku tidak memerlukannya”.Yazid memaksa,”Aku mengharuskan kamu untuk mau menerimanya!”.
Mahkota itu lalu diterima oleh Muhammad bin Wasi’. Yazid lalu memerintahkan satu orang untuk menguntitnya,apa yang akan diperbuat oleh Muhammad bin Wasi’. Ternyata,di tengah jalan Muhammad bin Wasi’ bertemu dengan seorang pengemis, kemudian Muhammad bin Wasi’ menyerahkan mahkota tersebut kepada si pengemis. Utusan dari Yazid tadi segera membawa si pengemis untuk menghadap kepada Yazid sehingga dapat menceritakan peristiwa itu.Yazid kemudian mengambil kembali mahkota itu dan memberi ganti kepada si pengemis uang dalam jumlah yang banyak.
Subhanallah! Masih adakah manusia semacam beliau? Yang tidak lagi memerlukan bertumpuknya harta dan berlebihnya materi? Manusia-manusia pilihan yang mengambil bagian dari dunia secukupnya saja.Semoga Allah merahmati Anda,wahai Muhammad bin Wasi’. Anda telah mewariskan sesuatu yang sulit bagi kami
Pandangan Terhadap Akhirat
Hazm Al Qath’i berkata,”Muhammad bin Wasi’ berkata menjelang wafatnya,”Wahai saudara-saudara,tahukah kalian kemana aku akan dibawa pergi? Demi Allah, ke neraka kecuali Allah memberikan ampunan untukku”
Sulaiman At Taimi berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang khusyu’nya melebihi Muhammad bin Wasi’”
Kedudukan Beliau Dalam Doa
Dalam berperang, kaum muslimin membutuhkan orang-orang yang dekat dengan Allah Ta’ala. Dengan sebab keberadaan dan keikutsertaan mereka di tengah pasukan, pertolangan Allah menjadi sangat dekat. Keimanan dan doa-doa mereka sangat dibutuhkan. Demikian juga Muhammad bin Wasi’.
Al Ashma’i berkata,”Pada saat Qutaibah bin Muslim menghadapi pasukan Turki dan merasa kewalahan, beliau menanyakan tentang Muhammad binWasi’. Ada yang menjawab,”Dia ada di sayap kanan sedang meletakkan busur dan mengibaskan jari-jarinya ke arah langit (berdoa) ”.Qutaibah mengatakan,”Jar-jari itu lebih aku suka daripada seratus ribu bilah pedang tajam yang dipegang oleh anak-anak muda.
Nasehat-nasehat Beliau
Berikut ini beberapa nasehat dari Muhammad bin Wasi’ untuk kita.Nasehat yang sangat berharga.
Muhammad bin Wasi’ berkata,”Apabila seorang hamba menghadapkan sepenuh hatinya kepada Allah, pasti Allah akan menghadapkan hati hamba-hamba kepada orang tersebut”
Muhammad bin Wasi’ jika ditanya,”Apa kabar anda pagi ini?”. Beliau menjawab,”Ajalku dekat, angan-anganku masih panjang sementara amalanku buruk
Seorang pemberi nasehat mendekati Muhammad binWasi’ dan bertanya,”Mengapa aku temukan kenyataan hati yang tidak khusyu’, mata yang tidak menangis, kulit yang tidak bergetar?”. Muhammad menjawab,”Wahai fulan,aku tidak melihat kesalahan ini dari mereka, Tapi dari dirimu. Jika nasehat disampaikan dari hati tentu akan mengena di hati”.
Ada orang memperhatikan luka di tangan Muhammad bin Wasi’ dan ia merasa kasihan. Muhammad bin Wasi’ berkata,”Tahukah engkau, kenikmatan apa yang aku rasakan dari luka di tanganku ini? Karena,luka ini tidak diletakkan di biji mataku,atau di ujung lidahku atau di ujung kemaluanku”.
Ibnu Uyainah berkata , Muhammad bin Wasi’ pernah mengatakan,”Seandainya dosa-dosa yang diperbuat mempunyai bau tersendiri, tidak akan satu orang pun yang mau duduk bersamaku”
Ibadah dan Ajaran Keikhlasan
Musa bin Yasar berkata,”Aku pernah menemani Muhammad bin Wasi’ dalam perjalanan ke Makah. Sepanjang malam ia sholat di atas kendaraan,dalam keadaan duduk sambil berisyarat”
Muhammad bin Wasi’ berkata ,”Sungguh, ada seseorang sering menangis selama duapuluh tahun dan istrinya yang selalu didekatnya tidak pernah tahu”.
Muhammad bin Wasi’ berkata,”Sungguh,aku telah menemui beberapa orang, diantara mereka ada yang kepalanya berdampingan dengan kepala istrinya,diatas satu bantal. Air matanya membasahi bantal dibawah pipinya, namun istrinya tidak pernah mengetahui. Aku juga menemui beberapa orang,diantara mereka ada yang berdiri dalam shof shalat, air matanya mengalir di pipi dan tidak ada seorang pun disampingnya yang mengetahui”.
Muhammad bin Wasi’ selalu berpuasa namun tidak pernah menampakkannya.
Tidak Berambisi Terhadap Kedudukan
Seorang pembesar bernama Malik bin Al Mundzir pernah mengundangnya.”Terimalah jabatan sebagai Qadhi!”. Tetapi Muhammad bin Wasi’ menolak, tapi Malik tetap membujuknya dan berkata,”Kamu harus mau menjabat sebagai Qadhi, jika tidak aku akan mencambukmu sebanyak tigaratus kali!”. Muhammad bin Wasi’ mengatakan,”Jika engkau lakukan, engkau orang yang semena-mena. Sungguh,hina di dunia lebih baik daripada hina di akhirat”
Muhammad bin Wasi’ meninggal pada tahun 123 H .Rahimahullah
Dari kalangan tabi’in murid-murid sahabat Nabi, ada sebuah nama yang sangat dikenal dengan ketekunan dalam beribadah. Beliau adalah Abu Bakar Muhammad bin Wasi’ bin Jabir Al Akhnas.Al Imam Rabbani Al Qudwah. Ada yang mengatakan ; Abu Abdillah Al Azdi Al Bashri. Salah seorang tokoh besar di masanya. Haditsnya diriwayatkan oleh Muslim,Abu Dawud,Tirmidzi dan An Nasa’i.
Beliau berguru ilmu hadits kepada Anas bin Malik, Ubaid bin Umair, Mutharrif bin As Syikhir, Abdullah bin As Shamit, Abu Shalih As Samman, Muhammad bin Sirin dan lainnya. Beliau sedikit meriwayatkan hadits.
Dengan kedudukan beliau, banyak ulama’ yang berguru dan mengambil ilmu dari beliau. Diantara murid-murid beliau ; Hisyam bin Hassan, Azhar bin Sinan, Ismail bin Muslim Al Abdi, Sufyan At Tsauru, Ma’mar, Hammad bin Salamah, Sallam bin Abi Muthi’, Shalih Al Murri, Hammad bin Zaid, Ja’far bin Sulaiman Ad Dhuba’i, Nuh bin Qais, Sallam Al Qari, Muhammad bin Al Fadhl bin Athiyyah.
Ali Al Madini berkata : “Muhammad bin Wasi’ memiliki lima belas riwayat hadits”
Pujian Ulama’
Seorang hamba yang beriman dan senang beribadah,disegerakan pahalanya dengan adanya pujian dan sanjungan dari orang-orang yang baik. Begitupula Muhammad bin Wasi, dengan kemuliaan dan kehormatan yang beliau miliki, mengalirlah pujian dari para ulama’ kepada beliau.
Ibnu Syaudzab berkata,”Muhammad bin Wasi’ tidak memiliki ibadah yang menonjol bila dibandingkan dengan yang lain. Namun jika ditanyakan,”Siapakah penduduk Basrah yang paling mulia?” Jawabannya pasti : ”Muhammad bin Wasi’”.
Musa bin Harun menjelaskan,”Muhammad bin Wasi’ adalah seorang ahli ibadah, senang beramal, wara’, memiliki kedudukan tinggi, mulia, tsiqah, berilmu dan semua kebaikan ia kumpulkan”
Ibnu Hibban bercerita,”Beliau termasuk ahli ibadah yang teliti, ahli zuhud yang senang beramal. Beliau pernah berangkat berjihad di Khurasan. Keutamaan dan kelebihan yang beliau miliki sangat banyak”.
Malik bin Dinar mengatakan,”Muhammad bin Wasi’ termasuk ahli membaca Al Qur’an Ar Rahman.Keutamaannya sangat banyak”.

Kaum alim ulama’ memiliki pandangan yang berbeda dengan keumuman manusia dalam menilai dunia. Dunia bukanlah tujuan sesungguhnya. Namun, dunia hanya tempat mempersiapkan bekal untk menggapai kehidupan di kampung abadi nanti dan dunia adalah tempat persinggahan.
Hammad bin Zaid berkata,”Ada orang berkata kepada Muhammad bin Wasi’,”Berikanlah wasiat untukku!”. Beliau menjawab ; ”Aku wasiatkan kepadamu agar engkau menjadi raja di dunia dan akhirat”. Orang itu bertanya,”Bagaimanakah caranya?”.Muhammad bin Wasi’ menjelaskan,”Bersikaplah zuhud terhadap dunia”.
Muhammad bin Wasi’ berkata ; ”Sungguh, aku iri kepada orang yang kuat beragama sementara ia tetap ridha dengan dunia yang sedikit padanya”.
Dalam pertempuran Jurjan,Yazid bin Al Muhallab memperoleh rampasan perang dalam bentuk mahkota yang dihiasi permata.Yazid bertanya kepada pasukannya,”Apakah kalian percaya, masih ada orang yang tidak menginginkan benda ini?”. Mereka menjawab,”Tidak!”. Yazid lalu memanggil Muhammad bin Wasi’ Al Azdi dan berkata,”Terimalah mahkota ini!”. Muhammad bin Wasi’ berkata,”Aku tidak memerlukannya”.Yazid memaksa,”Aku mengharuskan kamu untuk mau menerimanya!”.
Mahkota itu lalu diterima oleh Muhammad bin Wasi’. Yazid lalu memerintahkan satu orang untuk menguntitnya,apa yang akan diperbuat oleh Muhammad bin Wasi’. Ternyata,di tengah jalan Muhammad bin Wasi’ bertemu dengan seorang pengemis, kemudian Muhammad bin Wasi’ menyerahkan mahkota tersebut kepada si pengemis. Utusan dari Yazid tadi segera membawa si pengemis untuk menghadap kepada Yazid sehingga dapat menceritakan peristiwa itu.Yazid kemudian mengambil kembali mahkota itu dan memberi ganti kepada si pengemis uang dalam jumlah yang banyak.
Subhanallah! Masih adakah manusia semacam beliau? Yang tidak lagi memerlukan bertumpuknya harta dan berlebihnya materi? Manusia-manusia pilihan yang mengambil bagian dari dunia secukupnya saja.Semoga Allah merahmati Anda,wahai Muhammad bin Wasi’. Anda telah mewariskan sesuatu yang sulit bagi kami

Hazm Al Qath’i berkata,”Muhammad bin Wasi’ berkata menjelang wafatnya,”Wahai saudara-saudara,tahukah kalian kemana aku akan dibawa pergi? Demi Allah, ke neraka kecuali Allah memberikan ampunan untukku”
Sulaiman At Taimi berkata : “Aku tidak pernah melihat orang yang khusyu’nya melebihi Muhammad bin Wasi’”
Kedudukan Beliau Dalam Doa
Dalam berperang, kaum muslimin membutuhkan orang-orang yang dekat dengan Allah Ta’ala. Dengan sebab keberadaan dan keikutsertaan mereka di tengah pasukan, pertolangan Allah menjadi sangat dekat. Keimanan dan doa-doa mereka sangat dibutuhkan. Demikian juga Muhammad bin Wasi’.
Al Ashma’i berkata,”Pada saat Qutaibah bin Muslim menghadapi pasukan Turki dan merasa kewalahan, beliau menanyakan tentang Muhammad binWasi’. Ada yang menjawab,”Dia ada di sayap kanan sedang meletakkan busur dan mengibaskan jari-jarinya ke arah langit (berdoa) ”.Qutaibah mengatakan,”Jar-jari itu lebih aku suka daripada seratus ribu bilah pedang tajam yang dipegang oleh anak-anak muda.
Nasehat-nasehat Beliau
Berikut ini beberapa nasehat dari Muhammad bin Wasi’ untuk kita.Nasehat yang sangat berharga.
Muhammad bin Wasi’ berkata,”Apabila seorang hamba menghadapkan sepenuh hatinya kepada Allah, pasti Allah akan menghadapkan hati hamba-hamba kepada orang tersebut”
Muhammad bin Wasi’ jika ditanya,”Apa kabar anda pagi ini?”. Beliau menjawab,”Ajalku dekat, angan-anganku masih panjang sementara amalanku buruk
Seorang pemberi nasehat mendekati Muhammad binWasi’ dan bertanya,”Mengapa aku temukan kenyataan hati yang tidak khusyu’, mata yang tidak menangis, kulit yang tidak bergetar?”. Muhammad menjawab,”Wahai fulan,aku tidak melihat kesalahan ini dari mereka, Tapi dari dirimu. Jika nasehat disampaikan dari hati tentu akan mengena di hati”.
Ada orang memperhatikan luka di tangan Muhammad bin Wasi’ dan ia merasa kasihan. Muhammad bin Wasi’ berkata,”Tahukah engkau, kenikmatan apa yang aku rasakan dari luka di tanganku ini? Karena,luka ini tidak diletakkan di biji mataku,atau di ujung lidahku atau di ujung kemaluanku”.
Ibnu Uyainah berkata , Muhammad bin Wasi’ pernah mengatakan,”Seandainya dosa-dosa yang diperbuat mempunyai bau tersendiri, tidak akan satu orang pun yang mau duduk bersamaku”
Ibadah dan Ajaran Keikhlasan
Musa bin Yasar berkata,”Aku pernah menemani Muhammad bin Wasi’ dalam perjalanan ke Makah. Sepanjang malam ia sholat di atas kendaraan,dalam keadaan duduk sambil berisyarat”
Muhammad bin Wasi’ berkata ,”Sungguh, ada seseorang sering menangis selama duapuluh tahun dan istrinya yang selalu didekatnya tidak pernah tahu”.
Muhammad bin Wasi’ berkata,”Sungguh,aku telah menemui beberapa orang, diantara mereka ada yang kepalanya berdampingan dengan kepala istrinya,diatas satu bantal. Air matanya membasahi bantal dibawah pipinya, namun istrinya tidak pernah mengetahui. Aku juga menemui beberapa orang,diantara mereka ada yang berdiri dalam shof shalat, air matanya mengalir di pipi dan tidak ada seorang pun disampingnya yang mengetahui”.
Muhammad bin Wasi’ selalu berpuasa namun tidak pernah menampakkannya.
Tidak Berambisi Terhadap Kedudukan
Seorang pembesar bernama Malik bin Al Mundzir pernah mengundangnya.”Terimalah jabatan sebagai Qadhi!”. Tetapi Muhammad bin Wasi’ menolak, tapi Malik tetap membujuknya dan berkata,”Kamu harus mau menjabat sebagai Qadhi, jika tidak aku akan mencambukmu sebanyak tigaratus kali!”. Muhammad bin Wasi’ mengatakan,”Jika engkau lakukan, engkau orang yang semena-mena. Sungguh,hina di dunia lebih baik daripada hina di akhirat”
Muhammad bin Wasi’ meninggal pada tahun 123 H .Rahimahullah
Sepuluh Kesalahan Dalam Mendidik Anak
Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar, dan termasuk mengkhianati amanah Allah.
Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat.Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pedidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototipe kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.
BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i yang mengisyaratkannya. Allah berfirman.
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…[An Nisa’:58].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuai. [Al Anfal:27].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ و رَجُلُ رَاعٍ في أَهْلِهِ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung-jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan bertangung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. [HR Al Bukhari].
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَ هُوَ غَاشٍ لِرَعِيَّتِهِ إلاَّ حّرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ
Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah akan mengharamkan surga baginya. [HR Al Bukhari]
SEPULUH KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.
Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka itu. Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya; yang tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua, maupun kenakalan remaja.
Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
1. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak.
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin, dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut; takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakutinya. Misalnya: takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita tentang hantu, jin dan lain-lain. Dan yang paling parah, tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakuti-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak akan semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
2. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya: takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka bohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
3. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-Foya, Bermewah-Mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqamah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakan muru’ah (harga diri) dan kebenaran.
4. Selalu Memenuhi Permintaan Anak.
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya: si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaannya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
5. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.
6. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya, dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lain. Ini kadang terjadi, ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
7. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran.
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan berbagai cara. Misalnya: dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anak-anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban orang tuanya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Na’udzubillah min dzalik.
8. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih-Sayang Di Luar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas, wa’iyadzubillah. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya, ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih-sayang. Bila kasih-sayang tidak didapatkan di rumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
10. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya.
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman-teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa adalah penyesalan tak berguna.
Demikianlah sepuluh kesalahan yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin, kita juga tidak menyadari bila telah melakukannya. Untuk itu, marilah berusaha untuk terus mencair ilmu, terutama berkaitan dengan pendidikan anak. Agar kita terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak, yang bisa menjadi fatal akibatnya bagi masa depan mereka. Kita selalu berdo’a, semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi shalih dan shalihah, serta berakhlak mulia. Wallahu a’lamu bishshawaab. (Ummu Shofia)
Maraji:
At Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad, Al Mazhahir Subulul Wiqayati Wal ‘Ilaj, Muhammad bin Ibrahim Al Hamd.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Shalat Sunnah Fajar, Jangan Sampai Ditinggalkan

Keutamaanya
Dikisahkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى
رَكْعَتَيْ الْفَجْر
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melakukan satu shalat
sunnah pun yang lebih beliau jaga dalam melaksanakannya melebihi dua
rakaat shalat sunnah subuh.” (HR Bukhari 1093 dan Muslim 1191)Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “ Ketika safar (perjalanan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap rutin dan teratur mengerjakan shalat sunnah fajar dan shalat witir melebihi shalat-shalat sunnah yang lainnya. Tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melaksankan shalat sunnah rawatib selain dua shalat tersebut selama beliau melakukan safar (Zaadul Ma’ad I/315)
Keutamaan shalat sunnah subuh ini secara khusus juga disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat shalat sunnah subuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.”(HR. Muslim725).Lihatlah saudaraku, suatu keutamaan yang sangat agung yang merupakan karunia Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tidak selayaknya seorang hamba melewatkan kesempatan untuk dapat meraihnya.
Melakukannya dengan Ringkas
Di antara petunjuk dan contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan dua rakaat shalat sunnah subuh adalah dengan meringankannya dan tidak memanjangkan bacaannya, dengan syarat tidak melanggar perkara-perkara yang wajib dalam shalat. Hal ini ditunjukkan oleh kisah berikut :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ حَفْصَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ
أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ الْأَذَانِ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ
وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ
الصَّلَاةُ
Dari Ibnu Umar, beliau berkata bahwasanya Hafshah Ummul Mukminin
telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu bila muadzin selesai
mengumandangkan adzan untuk shalat subuh dan telah masuk waktu subuh,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat sunnah dua
rakaat dengan ringan sebelum melaksanakan shalat subuh.( HR Bukhari 583).Diceritakan juga oleh ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ
مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat ringan antara adzan dan iqamat shalat subuh.”(HR. Bukhari 584)‘Asiyah radhiyallahu ‘anha juga menjelaskan ringannya shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyatakan :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُخَفِّفُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتىَّ
إِنِّيْ لأَقُوْلُ : هَلْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ؟
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan dua rakaat shalat
sunnah subuh sebelum shalat fardhu Subuh, sampai-sampai aku bertanya :
“Apakah beliau membaca surat Al-Fatihah?” (HR Bukhari 1095 dan Muslim 1189)Hadits-hadits di atas menunjukkan sunnahnya memperingan shalat ketika melaksanakan shalat sunnah subuh. Tentu saja yang dimaksud meringankan shalat di sini dengan tetap menjaga rukun dan hal-hal yang wajib dalam shalat.
Bacaan Pada Setiap Rakaat
Terdapat beberapa hadits yang menyebutkan bacaan surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah membaca surat Al Fatihah dalam shalat sunnah subuh.
Pertama. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَرَأَ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam dua rakaat shalat sunnah subuh surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” (H.R Muslim 726)Kedua. Hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang berbunyi :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فِي الْأُولَى مِنْهُمَا قُولُوا
آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا الْآيَةَ الَّتِي فِي
الْبَقَرَةِ وَفِي الْآخِرَةِ مِنْهُمَا آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ
بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca ayat قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا (Al Baqarah 136) pada rakaat pertama dan membaca آمَنَّا بِاللّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (Ali Imran 52) pada rakaat kedua” ( HR. Muslim 727).Ketiga.Hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang berbunyi,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ قُولُوا
آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَالَّتِي فِي آلِ عِمْرَانَ
تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca firman Allah قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا (Al Baqarah 136) dan membaca تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ (Ali Imran 64)” (HR. Muslim 728).Ringkasnya, ada tiga jenis variasai yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat sunnah subuh, yaitu :
- Rakaat pertama membaca surat Al Kafirun dan rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas
- Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136:
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَRakaat kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran 52 :
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللّهِ آمَنَّا بِاللّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ - Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136:
ُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَRakaat kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran ayat 64 :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Berbaring Sejenak Setelahnya
Terdapat beberapa hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbaring di sisi tubuh sebelah kanan setelah melakukan shalat sunnah subuh. Di antaranya adalah hadits berikut :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا سَكَتَ اْلمُؤَذّنُ
بِاْلأُوْلَى مِنْ صَلاَةِ اْلفَجْرِ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ
خَفِيْفَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ اْلفَجْرِ بَعْدَ اَنْ يَسْتَبِيْنَ
اْلفَجْرُ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقّهِ اْلاَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ
اْلمُؤَذّنُ لِلإِقَامَةِ
“Apabila muadzdzin telah selesai adzan untuk shalat subuh, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum shalat subuh, beliau
shalat ringan lebih dahulu dua rakaat sesudah terbit fajar. Setelah itu
beliau berbaring pada sisi lambung kanan beliau sampai datang muadzin
kepada beliau untuk iqamat shalat subuh.” (HR Bukhari 590)Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berbaring setelah shalat sunnah subuh dalam beberapa pendapat :
Pertama. Hukumnya sunnah secara mutlak. Ini adalah madzhab Syafi’i dan ini adalah pendapat Abu Musa Al ‘Asy’ari, Rafi’ bin Khadij, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
Kedua. Hukumnya wajib. Ini adalah madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah. Bahkan beliau terlalu berlebihan dengan menjadikannya sebagai syarat sahnya shalat subuh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata sebagaimana dinukil Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad I/319 : “ Ini adalah termasuk pendapat yang beliau bersendiri dengan pendapat tersebut dari para imam yang lain”
Ketiga. Hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat kebanyakan para salaf. Di anatarnya adalah Ibnu Mas’ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha’i rahimahumullah. Al Qadhi ‘Iyad rahimahullah menyebutkan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Mereka berpendapat bahwa tidak diketahui dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukannya di masjid. Seandainya beliau melakukannya, tentu akan dinukil secara mutawatir.
Keempat. Hukumnya menyelisihi perkara yang lebih utama. Ini adalah pendapat Hasan Al Bashri rahimahullah.
Kelima. Hukumnya mustahab bagi yang melakukan shalat malam agar dapat beristirahat. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul ‘Arabi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallah.
Keenam. Berbaring di sini bukanlah inti yang dimaksud, namun yang dimaksud adalah memisahkan antara shalat sunnah dan shalat wajib. Ini diriwayatkan dari pendapat Imam Syafi’i. Namun pendapat ini tertolak, sebab pemisahan waktu memungkinkan dilakukan dengan selain berbaring.
Kesimpulannya, yang lebih tepat dari pendapat-pendapat di atas bahwa berbaring setelah shalat sunnah subuh hukumnya mustahab (dianjurkan), asalkan memenuhi dua syarat :
- Berbaring dilakukan di rumah dan bukan di masjid karena tidak pernah dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukannya di dalam masjid.
- Hendaknya orang yang melakukan sunnah ini, mampu untuk bangun kembali dan tidak tertidur sehingga tidak terlambat untuk melakukan shalat subuh secara berjamaah.
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melaksanakan shalat-shalat sunnah.. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat sunnah di rumah dan memerintahkan agar rumah kita diisi dengan ibadah shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجْعَلُوا فِى بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ ، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
“Jadikanlah shalat (sunnah) kalian di rumah kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan.” (HR. Bukhari 1187)Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَفْضَلُ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ
“Sebaik-baik shalat seseorang adalah shalat di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari no. 731 dan Ahmad 5: 186, dengan lafazh Ahmad)Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melakukan shalat sunnah di rumah, termasuk shalat sunnah subuh. Namun, jika dikhawatirkan ketinggalan shalat berjamaah di masjid atau terluput dari mendapatkan shaf pertama, maka diperbolehkan untuk melaksanakannya di masjid.
Jika Terluput Melakukannya
Disyariatkan bagi yang tidak sempat melakukan shalat sunnah subuh untuk melaksanakannya setelah selesai shalat subuh atau setelah terbit matahari. Hal tersebut berdasarkan dalil-dalil di bawah ini.
Hadits Abu Hurairah rahidyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ؛ فَلْيُصَلِّهُمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Barangsiapa yang belum shalat sunnah dua rakaat subuh maka hendaknya melakukannya setelah terbit matahari”. (HR. At Tirmidzi 424, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi: 1/133).Hadits ini menunjukkan disyariatkan bagi orang yang belum sempat melaksanakan shalat sunnah subuh agar meng-qadha’-nya setelah matahari terbit.
Boleh juga dikerjakan tepat setelah selesai shalat subuh.Dalam hadits yang lain disebutkan :
عَنْ قَيْسِ بْنِ قَهْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ؛ أَنَّهُ
صَلَّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الصُّبْحَ ،
وَلَمْ يَكُنْ رَكَعَ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ، فَلَمَّا سَلَّمَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ؛ سَلَّمَ مَعَهُ ، ثُمَّ قَامَ
فَرَكَعَ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ، وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ ، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيْهِ
Dari Qais bin Qahd radhiyallahu’anhu, bahwasanya ia shalat shubuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan belum melakukan shalat sunnah dua rakaat qabliyah subuh. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah salam maka ia pun salam bersama beliau, kemudian ia bangkit dan melakukan shalat dua rakaat qabliyah subuh, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat perbuatan tersebut dan tidak mengingkarinya. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi: 1/133).Kesimpulannya, diperbolehkan meng-qadha dua rakaat shalat sunnah qabliyah subuh setelah shalat subuh yang wajib. Pelaksanaannya bisa langsung setelah selesai shalat wajib atau setelah matahari terbit.
Bersemangatlah Menjaganya
Saudaraku, bersemangatlah untuk menjaga dua rakaat ini. Amalan yang ringan, namun besar pahalanya. Dan sebaik-baik amalan, adalah amalan yang kontinyu dalam pelaksanaannya. Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu, walaupun sedikit.” (HR. Muslim 783)Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela seseorang yang tidak kontinyu dalam beramal. Dikisahkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku :
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia
biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya
lagi.” (HR. Bukhari 1152)Semoga sajian ringkas ini bermanfaat. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita untuk senantiasa melaksanakan amalan-amalan sunnah. Wallahul musta’an.
Catatan redaksi:
Shalat sunnah fajar sama istilahnya dengan shalat sunnah qabliyah shubuh. Sebagian orang membedakan kedua istilah ini karena hanya salah paham. Namun yang benar keduanya itu sama yaitu dikerjakan setelah adzan shubuh.
Sumber : Shahih Fiqh Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim hafidzahullah
Bedanya Hanya Lima Menit….

Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya 5 menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala mengumandangkan adzan, yang akan dipanjangkan lehernya di hari kiamat.
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
“Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Para muadzdzin adalah orang-orang yang paling panjang lehernya di antara manusia pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 1031)
Yang dimaksud “yang paling panjang lehernya di antara manusia pada hari kiamat” adalah;
Pertama, mereka adalah orang yang paling banyak harapannya pada saat orang-orang dalam kesusahan sedangkan mereka (para muadzdzin) sangat berharap diizinkan bagi mereka untuk masuk surga.
Kedua, mereka (para muadzdzin) sangat dekat dengan Allah.
Ketiga, mereka (para muadzdzin) tidak akan tenggelam di dalam keringat mereka, karena sesungguhnya manusia pada hari kiamat mereka berada di dalam keringat mereka sesuai dengan kadar amalan-amalan mereka.
Keempat, mereka (para muadzdzin) akan menjadi pemimpin-pemimpin pada hari kiamat. Orang Arab mengungkapkan kepemimpinan dengan panjang leher.
Kelima, mereka (para muadzdzin) tidak akan hina dan menundukkan pandangannya pada hari kiamat malu. (Lihat kitab At Taisir Bisyarh Al Jami’ Ash Shaghir, karya Al Munawi dan kitab An Niayah Fi Gharib Al Atsar, karya Ibnu Al Atsir).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala duduk di shaf pertama yaitu sangat besar sampai boleh berundi untuk mendapatkannya.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الأَوَّلِ»
“Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang di shaf pertama.” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib Wa At Tarhib, no. 492).
Maksud dari “Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang dishaf pertama” adalah:
Pertama, Allah merahmati atas orang-orang yang shalat di shaf pertama dan para malaikat berdoa bagi mereka mendapatkan taufik dan yang lainnya. (Lihat kitab Mir’atul Mafatih Syarh Misykat Al Mashabih, karya Al Mubarakfuri).
Kedua, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang shalat di shaf pertama di hadapan para malaikat dan para malaikat mendoakan mereka mendapat ampunan, rahmat dan berkah. Lihat pada kitab Shahih Bukhari pada bab:
قَوْلِهِ (إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى التَّهْجِيرِ لاَسْتَبَقُوا إِلَيْهِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا»
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jikalau manusia mengetahui apa yang ada di dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan hal itu kecuali dengan berundi atasnya maka niscaya mereka akan berundi, jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam bersegera pergi ke masjid maka niscaya mereka akan berlomba-lomba kepadanya, jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam shalat isya’ dan shalat shubuh maka niscaya mereka akan mendatangi keduanya walau dalam keadaan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
فقوله : ( ( لو يعلم الناس ما في النداء والصف الاول ) ) – يعني : لو يعلمون فيهما من الفضل والثواب ، ثم لم يجدوا الوصول اليهما الا بالاستهام عليهما – ومعناه : الاقراع – لاستهموا عليهما تنافساً فيهما ومشاحة في تحصيل فضلهما واجرهما .
Sabda beliau: “Jikalau manusia mengetahui apa yang ada di dalam adzan dan shaf pertama”, maksudnya adalah jikalau mereka mengetahui di dalam keduanya terdapat berupa keutamaan dan ganjaran pahala, kemudian merela tidak mendapati untuk mendapatkan keduanya kecuali dengan berundi atasnya maka niscaya mereka akan berundi untuk mendapatkan keduanya sebagai bentuk persaingan dan ingin mendapatkan keutamaan dan pahala keduanya.” (Lihat kitab Fath Al Baari, karya Ibnu Rajab).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala sebanyak jamaah yang shalat karena panggilan adzannya.
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا الصُّبْحَ فَقَالَ «… وَإِنَّ صَلاَةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى ».
“Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “…Dan sesungguhnya shalat seseorang bersama satu orang lebih baik daripada shalatnya sendirian, dan shalatnya bersama dua orang lebih baik daripada shalatnya satu orang, dan apa saja yang lebih banyak (jumlah jama’ahnya) maka itu yang paling diskuai oleh Allah Ta’ala.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Shahih At targhib wa At Tarhib, no. 411).
Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah berkata,
وهذا يدل على فضل الجماعة؛ لأن صلاة الرجل مع الرجل أزكى من صلاته وحده، وصلاته مع الرجلين أزكى من صلاته مع الواحد، وكلما كان أكثر فهو أحب إلى الله عز وجل، وهذا يدلنا على فضل الجماعة، بل وعلى فضل كثرة الجماعة، وأنه كلما كانت الجماعة أكثر فذلك أفضل وأعظم أجراً عند الله عز وجل.
“Ini menunjukkan keutamaan shalat berjamaah, karena shalat seseorang bersama satu orang lebih baik daripada shalatnya sendirian, dan shalatnya bersama dua orang lebih baik daripada shalatnya satu orang. Dan setiap kali bertambah banyak maka itu yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla, dan ini menunjukkan keapda kita tentang keutamaan shalat berjamaah bahkan menunjukkan akan keutamaan banyaknya bilangan shalat berjamaah, yaitu setiap kali bertambah maka hal itu lebih utama dan lebih besar pahalanya di sisi Allah Azza wa Jalla.” (Syarh Sunan Abu Daud, karya Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah – syamela).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala duduk di dalam masjid menunggu shalat yaitu didoakan oleh para malaikat mendapat rahmat, ampunan dan taubat dari Allah Ta’ala.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَزَالُ الْعَبْدُ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَ فِى مُصَلاَّهُ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ تَقُولُ الْمَلاَئِكَةُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ ». فَقِيلَ مَا يُحْدِثُ قَالَ يَفْسُو أَوْ يَضْرِطُ.
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Masih saja seorang hamba terhitung di dalam shalat selama dia di tempat shalatnya menunggu shalat, maka para malaikat berdoa: “Wahai Allah ampunilah dia, rahmatilah dia sampai dia pergi atau berhadats”, ditanya: “Apakah (maksudnya) sampai dia berhadats?” dijawab: “mengeluarkan angin atau kentut.” (HR. Abu Daud).
Di dalam riwayat Muslim,
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ.
“Jika dia masuk masjid, maka dia ada di dalam shalat selam shalat menahannya dan para malaikat akan bershalawat atas salah seorang diantara kalian selama dia di tempat yang dia shalat di dalamnya, mereka berdoa: “Wahai Allah rahmatilah dia, Wahai Allah ampunilah dia, wahai Allah terimalah taubatnya”, selama dia tidak menyakiti di dalamnya atau berhadats di dalamnya.” (HR. Muslim).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala selalu melaksanakan shalat rawatib yaitu dibangunkan sebuah rumah di surga.
عَنْ أُمَّ حَبِيبَةَ رضي الله عنها تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ «مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ»
“Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang shalat sebnayak dua belas rakaat pada sehari dan semalam, maka dibangunkan baginya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Muslim).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala berdoa diantara adzan dan iqamah, yaitu doanya tidak tertahan dan tertolak.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ»
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ditolak doa antara adzan dan iqamah.” (HR. Abu Daud).
Ash Shan’any rahimahullah berkata,
والحديث دليل على قبول الدعاء في هذه المواطن إذ عدم الرد يراد به القبول والإجابة ثم هو عام لكل دعاء ولا بد من تقييده بما في الأحاديث غيره من أنه ما لم يكن دعاء بإثم أو قطيعة رحم
“Dan hadits ini adalah dalil yang menunjukkan diterimanya doa pada tempat-tempat seperti ini, karena tidak ditolak dimaksudkan dengannya adalah penerimaan dan pengabulan, ini juga umum untuk setiap dia dan harus dibatasi dengan hadits-hadits lainnya yang menyebutkan bahwa selama bukan doa berupa dosa atau memutuskan silaturrahim.” (Lihat kitab Subul As Salam, karya Muhammad Ash Shan’any, 1/131).
Sebab kenapa dikabulkannya doa antara adzan dan iqamah, mari lihat penjelasannya dari Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizahullah,
عني: في فضله، وأن ذلك من أسباب قبول الدعاء أو من الأوقات التي يقبل فيها الدعاء، وذلك أن الإنسان عندما يكون بين الأذان والإقامة ينتظر الصلاة هو في صلاة وفي عبادة وفي إقبال على الله عز وجل وبعد عن مشاغل الدنيا والحديث فيها والتعلق بها، فيكون ذلك من الأوقات التي يقبل فيها الدعاء ويرجى فيها قبول الدعاء.
“Dan bahwa hal itu (berdoa antara adzan dan iqamah) termasuk sebab dikabulkannya dia atau merupakan waktu-waktu yang di dalamnya dikabulkan doa, yang demikian itu karena manusia ketika antara adzan dan iqamah menunggu shalat dan dia masih (dihitung) di dalam shalat dan ibadah dan di dalam perasaan menuju kepada Allah ‘Azza wa Jalla, jauh dari kesibukan dunia, pembicaraan di dalamnya serta keterkaitan dengannya, maka jadilah waktu itu termasuk waktu yang dikabulkan di dalamnya dia dan diharapkan di dalamnya pengabulan doa.” (Lihat Syarah Sunan Abu Daud, karya Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah – syameela).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala shalat berjamaah yaitu 27 derajat lebih tinggi daripada shalat sendirian.
عنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً»
“Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat berjama’ah lebih utama dari pada shalat sendirian dengan dua pulu tujuh derajat.” (HR. Muslim).
Demikianlah… masih banyak pahalah dan ganjaran yang luar biasa yang Allah sediakan, padahal hanya menyisihkan waktu lima menit sebelum orang lain.
****
Tulisan ini bukan hanya sekedar berlomba menjadi muadzdzin akan tetapi leboh condong mengajak dan memotivasi kita bagaimana dengan hanya menyisihkan beberapa menit, beberapa jam, beberapa waktu untuk meluangkan ibadah maka niscaya dia akan mendapatkan keuntungan dunia sebelum akhirat.
Tujuan tulisan ini untuk orang-orang yang tidak mampu menyisihkan sedikit waktunya untuk beribadah apalagi banyak waktunya.
Untuk contoh silahkan cari dan telaah sendiri.. Semoga bermanfaat saudaraku… BEDANYA CUMA LIMA MENIT!!!
Wanita Lebih Baik Solat Tarawikh Di Rumah?

Rasulullah S.A.W bersabda kepada seorang wanita: “Solat di bilikmu lebih baik daripada solat di rumahmu. Solat di rumahmu lebih utama daripada solat di masjid kaummu”. (HR Ibn Khuzaimah)
“Solat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada di bahagian tengah rumahnya dan solatnya di bilik (peribadi)nya lebih utama daripada (ruangan lain) di rumahnya.” (HR Abu Daud dan Al-Hakim)
“Sebaik-baik tempat solat bagi kaum wanita adalah bahagian paling dalam (tersembunyi) di rumahnya.” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi)
Status hadis-hadis di atas memang tidak sampai kepada dhaif(lemah) mahupun maudhu'(palsu), jadi ianya boleh diamalkan, akan tetapi kita perlu faham bagaimana untuk menggunakan hadith-hadith di atas. Kita tak boleh menggunakan sesuatu dalil sesuka hati di tempat yang salah. Perlu untuk kita cakna dengan syarah dan penerangan ulama bagi hadith-hadith tersebut.
Letakkanlah sesuatu pada tempatnya. シ
Faktor Wanita Lebih Afdhal Solat Di Rumah
“Janganlah kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar dengan tidak memakai wangi-wangian.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
Berdasarkan hadith ini, kita dapat fahami bahawa antara faktor mengapa Nabi lebih menggalakkan kaum hawa untuk solat di rumah adalah kerana untuk mengelakkan timbulnya fitnah, godaan, menimbulkan syahwat di kalangan lelaki seperti memakai perhiasan, tabarruj, memakai wangi-wangian, berpakaian seksi dan ikhtilat(pergaulan bebas) di rumah Allah..
Saya tertarik untuk berkongsi satu kaedah fiqh yang pernah saya pelajari:
“إذا انعدمت العلة انعدمت الحكم”
‘Apabila hilang/tiadanya sebab, maka hilang/tiadalah hukum.’
Jadi, sekiranya seseorang muslimah itu terhindar dari segala perkara
di atas, maka adalah lebih baik untuk dia ke masjid kerana berdasarkan
kaedah fiqh di atas, apabila tiadanya faktor yang menyebabkan seseorang
itu lebih baik solat di rumah, maka terhapuslah hukum(solat di rumah
lebih baik), justeru solatnya di masjid adalah lebih afdhal dari solat
di rumah..Berkata Al-Hafiz Ibn Hazm dalam kitabnya ‘Al-Muhalla’ :
“Jika hadir seorang wanita ke masjid untuk bersolat berjemaah bersama kaum lelaki, maka itu adalah satu perkara yang baik. Hadis yang menyatakan kelebihan solat berjemaah mengatasi solat bersendirian dengan 27 darjat tidak boleh dikhususkan untuk kaum lelaki sahaja…”
Tiada Larangan untuk Ke Masjid
Sabda Rasulullah S.A.W.:
“Janganlah kalian melarang hamba-hamba wanita Allah untuk ke masjid-masjid Allah”{HR Bukhari: no 858 dan Muslim: no 442}
Dr. Sheikh Yusuf Al-Qaradawi berkata:“Solat seorang perempuan di rumahnya itu lebih baik dari di masjid jika dia ke masjid hanya untuk berjemaah, tanpa sebarang faedah lain, tetapi jika ada faedah yang lain seperti mendengar tazkirah keagamaan, mempelajari sesuatu ilmu atau mendengar bacaan al-Qur’an daripada qari yang khusyuk, maka pergi ke masjid itu adalah lebih baik..”
Sepertimana maklum, biasanya solat tarawikh di masjid diselitkan dengan ceramah-ceramah, zikir, tadarus Al-Quran dan majlis ilmu, jadi adalah lebih baik untuk kaum wanita ke masjid..
Sedangkan pada zaman Rasulullah, para sahabiah dan Ummul Mukminin(isteri-isteri Nabi) sangat rindu dan ghairah untuk ke masjid, bahkan ada sebuah hadis yang menunjukkan isteri Rasulullah sering ke masjid, Sayyidah Zainab r.a, salah seorang isteri nabi pernah mengikat seutas tali di antara dua tiang di masjid :
Anas bin Malik r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah masuk ke dalam masjid. Beliau melihat ada tali yang terikat antara dua tiang masjid, kemudian baginda bertanya, “Untuk apa tali ini?” Maka sahabat menjawab, “Ini adalah tali Zainab r.a.(isteri nabi) Bila dia letih dan mengantuk, maka dia akan bergantung kepadanya. Rasulullah saw. bersabda, “Bukalah tali ini. Hendaklah seseorang solat dalam keadaan bersemangat saja, dan bila dia letih hendaklah dia tidur.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Subhanallah, kita lihat bagaimana Ummul Mukminin yang begitu erat terpaut dengan rumah Allah.. Tidak inginkah kita untuk mencontohi mereka? Tidak inginkah kita untuk menjadi sebaik-baik muslimah di sisiNya?
Sungguh rugi sesiapa yang tiada keinginan untuk ke istana Allah..
Paling kurang dalam setahun, hanya sebulan sahaja ke masjid, takkan tak boleh kot? Wanita ni biasanya solat di rumah sahaja.. Apa salahnya sepanjang bulan Ramadhan, kita solat tarawikh di masjid.. Kita hidupkan rumah-rumah Allah.. kan? ^^
Solat Di Masjid Bagi Wanita Lebih Baik Dengan Syarat..
Ya… Ada syarat-syarat dan adab-adabnya untuk kita beribadah dan bertarawikh di masjid Allah ini..
Di sini saya naqalkan potongan jawapan Mufti Mesir Prof, Dr. Ali Jum’ah apabila ditanya tentang ‘Solat tarawikh bagi wanita lebih baik ditunaikan di rumah atau di masjid?’
“….. Barangkali, adalah lebih baik bagi muslimah zaman ini untuk pergi ke masjid memandangkan kaum wanita sering terasing dari para ulama, majlis-majlis ilmu dan pelajaran-pelajaran agama..
Bagaimanapun, perlu untuk kita tahu bahawa pemergian seorang wanita ke masjid adalah afdhal(lebih banyak ganjaran dari di rumah) sekiranya ketiadaannya di rumah tidak memberi kesan terhadap tanggungjawabnya di rumah, keluarga dan hak-hak suami..(pastikan tanggungjawab selesai) serta aman dan terhindar dari membuat gangguan dan fitnah..
Dan juga (lebih afdhal solat di masjid), sekiranya seseorang wanita mampu memelihara pakaian/penampilan seperti yang dituntut syarak, hak-hak masjid seperti merendahkan suara, ikhlas dalam beribadah, menjauhi mengumpat, gosip dan seumpamanya secara keseluruhan, serta tidak mengganggu orang lain..
Sebaliknya, apabila seseorang muslimah itu tidak mampu mematuhi adab-adab tersebut, maka solat wanita di rumahnya adalah lebih afdhal..” (dipetik dan diedit sedikit dari kitab ‘Al-kalimut Tayyibu Fatawa ‘Asriyyah‘ oleh Al-Allamah Sheikh ‘Ali Jum’ah rahimahullah: m/s 45, terbitan Darus salam)
Wallahu ta’ala a’la wa a’lam.. ヅ
TANDA-TANDA IMAN LEMAH…

1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah! Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan. Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, “Setiap umatku mendapatkan perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan, sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseirang melakukan suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, ‘Hai fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begini,’ padahal sebelum itu Rabb-nya telah menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi Allah dari dirinya.” (Bukhari, 10/486) Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86) 2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah:74)
3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (Tirmidzi, hadits nomor 3479)
4. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi shalat Jum’at dan lebih suka barisan shalat yang paling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor 679) Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.” Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib, tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.
5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw. berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)
6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang sama melalaikan isinya. Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al-Anfal:2)
7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berdzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berdzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Anda menangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, “Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.” (An-Nisa:142)

9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsis banget! Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18) Nabi saw. pernah mendengar ada seseorang yang berlebihan dalam memuji orang lain. Beliau pun lalu bersabda kepada si pemuji, “Sungguh engkau telah membinasakan dia atau memenggal punggungnya.” (Bukhari, hadits nomor 2469, dan Muslim hadits nomor 5321) Hati-hatilah. Ingat pesan Rasulullah ini, “Sesungguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemimpinan, dan hal itu akan menjadikan penyesalan pada hari kiamat. Maka alangkah baiknya yang pertama dan alangkah buruknya yang terakhir.” (Bukhari, nomor 6729) “Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hati kiamat, kecuali orang yang adil.” (Shahihul Jami, 1420). Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, “Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50) “Maukah kalian kuberitahu siapa penghuni neraka?” tanya Rasulullah saw. Para sahabat menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. bersabda, “Yaitu setiap orang yang kasar, angkuh, dan sombong.” (Bukhari, hadits 4537, dan Muslim, hadits nomor 5092)
10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw. ini, “Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (Shahihul Jami’, 2678)
11. Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda perbuat. Ingat, Allah swt. benci dengan perbuatan seperti itu. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu perbuat.” (Ash-Shaff:2-3) Apakah Anda lupa dengan definisi iman? Iman itu adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, harus konsisten.

13. Ketika Anda menilai sesuatu dari dosa apa tidak, dan tidak mau melihat dari sisi makruh apa tidak. Akibatnya, Anda akan enteng melakukan hal-hal yang syubhat dan dimakruhkan agama. Hati-hatilah! Sebab, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang berada dalam syubhat, berarti dia berada dalam yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanaman yang dilindungi yang dapat begitu mudah untuk merumput di dalamnya.” (Muslim, hadits nomor 1599) Iman Anda pasti dalam keadaan lemah, jika Anda mengatakan, “Gak apa. Ini kan cuma dosa kecil. Gak seperti dia yang melakukan dosa besar. Istighfar tiga kali juga hapus tuh dosa!” Jika sudah seperti ini, suatu ketika Anda pasti tidak akan ragu untuk benar-benar melakukan kemungkaran yang besar. Sebab, rem imannya sudah tidak pakem lagi.
14. Ketika Anda mencela hal yang makruf dan punya perhatian dengan kebaikan-kebaikan kecil. Ini pesan Rasulullah saw., “Jangan sekali-kali kamu mencela yang makruf sedikitpun, meski engkau menuangkan air di embermu ke dalam bejana seseorang yang hendak menimba air, dan meski engkau berbicara dengan saudarmu sedangkan wajahmu tampak berseri-seri kepadanya.” (Silsilah Shahihah, nomor 1352) Ingatlah, surga bisa Anda dapat dengan amal yang kelihatan sepele! Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyingkirkan gangguan dari jalan orang-orang muslim, maka ditetapkan satu kebaikan baginya, dan barangsiapa yang diterima satu kebaikan baginya, maka ia akan masuk surga.” (Bukhari, hadits nomor 593)
15. Ketika Anda tidak mau memperhatikan urusan kaum muslimin dan tidak mau melibatkan diri dalam urusan-urusan mereka. Bahkan, untuk berdoa bagi keselamatan mereka pun tidak mau. Padahal seharusnya seorang mukmin seperti hadits Rasulullah ini, “Sesungguhnya orang mukmin dari sebagian orang-orang yang memiliki iman adalah laksana kedudukan kepala dari bagian badan. Orang mukmin itu akan menderita karena keadaan orang-orang yang mempunyai iman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena keadaan di kepala.” (Silsilah Shahihah, nomor 1137)

17. Ketika Anda tidak tergugah rasa tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan Islam. Tidak mau menyebarkan dan menolong agama Allah ini. Merasa cukup bahwa urusan dakwah itu adalah kewajiban para ulama. Padahal, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Allah.” (Ash-Shaff:14)
18. Ketika Anda merasa resah dan takut tertimpa musibah; atau mendapat problem yang berat. Lalu Anda tidak bisa bersikap sabar dan berhati tegar. Anda kalut. Tubuh Anda gemetar. Wajah pucat. Ada rasa ingin lari dari kenyataan. Ketahuilah, iman Anda sedang diuji Allah. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji.” (Al-Ankabut:2) Seharusnya seorang mukmin itu pribadi yang ajaib. Jiwanya stabil. “Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman. Karena seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi bagi orang yang beriman, yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya; dan jika ia tertimpa kesulitan dia pun bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya.” (Muslim)
19. Ketika Anda senang berbantah-bantahan dan berdebat. Padahal, perbuatan itu bisa membuat hati Anda keras dan kaku. “Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk yang mereka berada pada petunjuk itu, kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan.” (Shahihul Jami’, nomor 5633)
20. Ketika Anda bergantung pada keduniaan, menyibukkan diri dengan urusan dunia, dan merasa tenang dengan dunia. Orientasi Anda tidak lagi kepada kampung akhirat, tapi pada tahta, harta, dan wanita. Ingatlah, “Dunia itu penjara bagi orang yang beriman, dan dunia adalah surga bagi orang kafir.” (Muslim)
21. Ketika Anda senang mengucapkan dan menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tidak mencirikan keimanan ada dalam hatinya. Sehingga, tidak ada kutipan nash atau ucapan bermakna semisal itu dalam ucapan Anda. Bukankah Allah swt. telah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Israa’:53) Seperti inilah seharusnya sikap seorang yang beriman. “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (Al-Qashash:55) Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (Bukhari dan Muslim)
22. Ketika Anda berlebih-lebihan dalam masalah makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan berkendaraan. Gandrung pada kemewahan yang tidak perlu. Sementara, begitu banyak orang di sekeliling Anda sangat membutuhkan sedikit harta untuk menyambung hidup. Ingat, Allah swt. telah mengingatkan hal ini, ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf:31). Bahkan, Allah swt. menyebut orang-orang yang berlebihan sebagai saudaranya setan. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Isra’:26) Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah.” (Al-Silsilah Al-Shahihah, nomor 353). Sumber : dakwatuna.com Subhaanakalloohumma wa bihamdika, asyhadu allaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya 5 menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala mengumandangkan adzan, yang akan dipanjangkan lehernya di hari kiamat.
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
“Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Para muadzdzin adalah orang-orang yang paling panjang lehernya di antara manusia pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 1031)
Yang dimaksud “yang paling panjang lehernya di antara manusia pada hari kiamat” adalah;
Pertama, mereka adalah orang yang paling banyak harapannya pada saat orang-orang dalam kesusahan sedangkan mereka (para muadzdzin) sangat berharap diizinkan bagi mereka untuk masuk surga.
Kedua, mereka (para muadzdzin) sangat dekat dengan Allah.
Ketiga, mereka (para muadzdzin) tidak akan tenggelam di dalam keringat mereka, karena sesungguhnya manusia pada hari kiamat mereka berada di dalam keringat mereka sesuai dengan kadar amalan-amalan mereka.
Keempat, mereka (para muadzdzin) akan menjadi pemimpin-pemimpin pada hari kiamat. Orang Arab mengungkapkan kepemimpinan dengan panjang leher.
Kelima, mereka (para muadzdzin) tidak akan hina dan menundukkan pandangannya pada hari kiamat malu. (Lihat kitab At Taisir Bisyarh Al Jami’ Ash Shaghir, karya Al Munawi dan kitab An Niayah Fi Gharib Al Atsar, karya Ibnu Al Atsir).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala duduk di shaf pertama yaitu sangat besar sampai boleh berundi untuk mendapatkannya.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الأَوَّلِ»
“Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang di shaf pertama.” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib Wa At Tarhib, no. 492).
Maksud dari “Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang dishaf pertama” adalah:
Pertama, Allah merahmati atas orang-orang yang shalat di shaf pertama dan para malaikat berdoa bagi mereka mendapatkan taufik dan yang lainnya. (Lihat kitab Mir’atul Mafatih Syarh Misykat Al Mashabih, karya Al Mubarakfuri).
Kedua, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang shalat di shaf pertama di hadapan para malaikat dan para malaikat mendoakan mereka mendapat ampunan, rahmat dan berkah. Lihat pada kitab Shahih Bukhari pada bab:
قَوْلِهِ (إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى التَّهْجِيرِ لاَسْتَبَقُوا إِلَيْهِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا»
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jikalau manusia mengetahui apa yang ada di dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan hal itu kecuali dengan berundi atasnya maka niscaya mereka akan berundi, jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam bersegera pergi ke masjid maka niscaya mereka akan berlomba-lomba kepadanya, jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam shalat isya’ dan shalat shubuh maka niscaya mereka akan mendatangi keduanya walau dalam keadaan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
فقوله : ( ( لو يعلم الناس ما في النداء والصف الاول ) ) – يعني : لو يعلمون فيهما من الفضل والثواب ، ثم لم يجدوا الوصول اليهما الا بالاستهام عليهما – ومعناه : الاقراع – لاستهموا عليهما تنافساً فيهما ومشاحة في تحصيل فضلهما واجرهما .
Sabda beliau: “Jikalau manusia mengetahui apa yang ada di dalam adzan dan shaf pertama”, maksudnya adalah jikalau mereka mengetahui di dalam keduanya terdapat berupa keutamaan dan ganjaran pahala, kemudian merela tidak mendapati untuk mendapatkan keduanya kecuali dengan berundi atasnya maka niscaya mereka akan berundi untuk mendapatkan keduanya sebagai bentuk persaingan dan ingin mendapatkan keutamaan dan pahala keduanya.” (Lihat kitab Fath Al Baari, karya Ibnu Rajab).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala sebanyak jamaah yang shalat karena panggilan adzannya.
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا الصُّبْحَ فَقَالَ «… وَإِنَّ صَلاَةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى ».
“Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “…Dan sesungguhnya shalat seseorang bersama satu orang lebih baik daripada shalatnya sendirian, dan shalatnya bersama dua orang lebih baik daripada shalatnya satu orang, dan apa saja yang lebih banyak (jumlah jama’ahnya) maka itu yang paling diskuai oleh Allah Ta’ala.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Shahih At targhib wa At Tarhib, no. 411).
Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah berkata,
وهذا يدل على فضل الجماعة؛ لأن صلاة الرجل مع الرجل أزكى من صلاته وحده، وصلاته مع الرجلين أزكى من صلاته مع الواحد، وكلما كان أكثر فهو أحب إلى الله عز وجل، وهذا يدلنا على فضل الجماعة، بل وعلى فضل كثرة الجماعة، وأنه كلما كانت الجماعة أكثر فذلك أفضل وأعظم أجراً عند الله عز وجل.
“Ini menunjukkan keutamaan shalat berjamaah, karena shalat seseorang bersama satu orang lebih baik daripada shalatnya sendirian, dan shalatnya bersama dua orang lebih baik daripada shalatnya satu orang. Dan setiap kali bertambah banyak maka itu yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla, dan ini menunjukkan keapda kita tentang keutamaan shalat berjamaah bahkan menunjukkan akan keutamaan banyaknya bilangan shalat berjamaah, yaitu setiap kali bertambah maka hal itu lebih utama dan lebih besar pahalanya di sisi Allah Azza wa Jalla.” (Syarh Sunan Abu Daud, karya Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah – syamela).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala duduk di dalam masjid menunggu shalat yaitu didoakan oleh para malaikat mendapat rahmat, ampunan dan taubat dari Allah Ta’ala.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَزَالُ الْعَبْدُ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَ فِى مُصَلاَّهُ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ تَقُولُ الْمَلاَئِكَةُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ ». فَقِيلَ مَا يُحْدِثُ قَالَ يَفْسُو أَوْ يَضْرِطُ.
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Masih saja seorang hamba terhitung di dalam shalat selama dia di tempat shalatnya menunggu shalat, maka para malaikat berdoa: “Wahai Allah ampunilah dia, rahmatilah dia sampai dia pergi atau berhadats”, ditanya: “Apakah (maksudnya) sampai dia berhadats?” dijawab: “mengeluarkan angin atau kentut.” (HR. Abu Daud).
Di dalam riwayat Muslim,
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى الصَّلاَةِ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ هِىَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلاَئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ.
“Jika dia masuk masjid, maka dia ada di dalam shalat selam shalat menahannya dan para malaikat akan bershalawat atas salah seorang diantara kalian selama dia di tempat yang dia shalat di dalamnya, mereka berdoa: “Wahai Allah rahmatilah dia, Wahai Allah ampunilah dia, wahai Allah terimalah taubatnya”, selama dia tidak menyakiti di dalamnya atau berhadats di dalamnya.” (HR. Muslim).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala selalu melaksanakan shalat rawatib yaitu dibangunkan sebuah rumah di surga.
عَنْ أُمَّ حَبِيبَةَ رضي الله عنها تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ «مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ»
“Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang shalat sebnayak dua belas rakaat pada sehari dan semalam, maka dibangunkan baginya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Muslim).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala berdoa diantara adzan dan iqamah, yaitu doanya tidak tertahan dan tertolak.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ»
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ditolak doa antara adzan dan iqamah.” (HR. Abu Daud).
Ash Shan’any rahimahullah berkata,
والحديث دليل على قبول الدعاء في هذه المواطن إذ عدم الرد يراد به القبول والإجابة ثم هو عام لكل دعاء ولا بد من تقييده بما في الأحاديث غيره من أنه ما لم يكن دعاء بإثم أو قطيعة رحم
“Dan hadits ini adalah dalil yang menunjukkan diterimanya doa pada tempat-tempat seperti ini, karena tidak ditolak dimaksudkan dengannya adalah penerimaan dan pengabulan, ini juga umum untuk setiap dia dan harus dibatasi dengan hadits-hadits lainnya yang menyebutkan bahwa selama bukan doa berupa dosa atau memutuskan silaturrahim.” (Lihat kitab Subul As Salam, karya Muhammad Ash Shan’any, 1/131).
Sebab kenapa dikabulkannya doa antara adzan dan iqamah, mari lihat penjelasannya dari Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizahullah,
عني: في فضله، وأن ذلك من أسباب قبول الدعاء أو من الأوقات التي يقبل فيها الدعاء، وذلك أن الإنسان عندما يكون بين الأذان والإقامة ينتظر الصلاة هو في صلاة وفي عبادة وفي إقبال على الله عز وجل وبعد عن مشاغل الدنيا والحديث فيها والتعلق بها، فيكون ذلك من الأوقات التي يقبل فيها الدعاء ويرجى فيها قبول الدعاء.
“Dan bahwa hal itu (berdoa antara adzan dan iqamah) termasuk sebab dikabulkannya dia atau merupakan waktu-waktu yang di dalamnya dikabulkan doa, yang demikian itu karena manusia ketika antara adzan dan iqamah menunggu shalat dan dia masih (dihitung) di dalam shalat dan ibadah dan di dalam perasaan menuju kepada Allah ‘Azza wa Jalla, jauh dari kesibukan dunia, pembicaraan di dalamnya serta keterkaitan dengannya, maka jadilah waktu itu termasuk waktu yang dikabulkan di dalamnya dia dan diharapkan di dalamnya pengabulan doa.” (Lihat Syarah Sunan Abu Daud, karya Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah – syameela).
Subhanallah, hanya dengan menyisihkan waktunya lima menit sebelum orang lain, dia mendapatkan pahala shalat berjamaah yaitu 27 derajat lebih tinggi daripada shalat sendirian.
عنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً»
“Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat berjama’ah lebih utama dari pada shalat sendirian dengan dua pulu tujuh derajat.” (HR. Muslim).
Demikianlah… masih banyak pahalah dan ganjaran yang luar biasa yang Allah sediakan, padahal hanya menyisihkan waktu lima menit sebelum orang lain.
****
Tulisan ini bukan hanya sekedar berlomba menjadi muadzdzin akan tetapi leboh condong mengajak dan memotivasi kita bagaimana dengan hanya menyisihkan beberapa menit, beberapa jam, beberapa waktu untuk meluangkan ibadah maka niscaya dia akan mendapatkan keuntungan dunia sebelum akhirat.
Tujuan tulisan ini untuk orang-orang yang tidak mampu menyisihkan sedikit waktunya untuk beribadah apalagi banyak waktunya.
Untuk contoh silahkan cari dan telaah sendiri.. Semoga bermanfaat saudaraku… BEDANYA CUMA LIMA MENIT!!!
Wanita Lebih Baik Solat Tarawikh Di Rumah?

Rasulullah S.A.W bersabda kepada seorang wanita: “Solat di bilikmu lebih baik daripada solat di rumahmu. Solat di rumahmu lebih utama daripada solat di masjid kaummu”. (HR Ibn Khuzaimah)
“Solat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada di bahagian tengah rumahnya dan solatnya di bilik (peribadi)nya lebih utama daripada (ruangan lain) di rumahnya.” (HR Abu Daud dan Al-Hakim)
“Sebaik-baik tempat solat bagi kaum wanita adalah bahagian paling dalam (tersembunyi) di rumahnya.” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi)
Status hadis-hadis di atas memang tidak sampai kepada dhaif(lemah) mahupun maudhu'(palsu), jadi ianya boleh diamalkan, akan tetapi kita perlu faham bagaimana untuk menggunakan hadith-hadith di atas. Kita tak boleh menggunakan sesuatu dalil sesuka hati di tempat yang salah. Perlu untuk kita cakna dengan syarah dan penerangan ulama bagi hadith-hadith tersebut.
Letakkanlah sesuatu pada tempatnya. シ
Faktor Wanita Lebih Afdhal Solat Di Rumah
“Janganlah kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar dengan tidak memakai wangi-wangian.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
Berdasarkan hadith ini, kita dapat fahami bahawa antara faktor mengapa Nabi lebih menggalakkan kaum hawa untuk solat di rumah adalah kerana untuk mengelakkan timbulnya fitnah, godaan, menimbulkan syahwat di kalangan lelaki seperti memakai perhiasan, tabarruj, memakai wangi-wangian, berpakaian seksi dan ikhtilat(pergaulan bebas) di rumah Allah..
Saya tertarik untuk berkongsi satu kaedah fiqh yang pernah saya pelajari:
“إذا انعدمت العلة انعدمت الحكم”
‘Apabila hilang/tiadanya sebab, maka hilang/tiadalah hukum.’
Jadi, sekiranya seseorang muslimah itu terhindar dari segala perkara
di atas, maka adalah lebih baik untuk dia ke masjid kerana berdasarkan
kaedah fiqh di atas, apabila tiadanya faktor yang menyebabkan seseorang
itu lebih baik solat di rumah, maka terhapuslah hukum(solat di rumah
lebih baik), justeru solatnya di masjid adalah lebih afdhal dari solat
di rumah..Berkata Al-Hafiz Ibn Hazm dalam kitabnya ‘Al-Muhalla’ :
“Jika hadir seorang wanita ke masjid untuk bersolat berjemaah bersama kaum lelaki, maka itu adalah satu perkara yang baik. Hadis yang menyatakan kelebihan solat berjemaah mengatasi solat bersendirian dengan 27 darjat tidak boleh dikhususkan untuk kaum lelaki sahaja…”
Tiada Larangan untuk Ke Masjid
Sabda Rasulullah S.A.W.:
“Janganlah kalian melarang hamba-hamba wanita Allah untuk ke masjid-masjid Allah”{HR Bukhari: no 858 dan Muslim: no 442}
Dr. Sheikh Yusuf Al-Qaradawi berkata:“Solat seorang perempuan di rumahnya itu lebih baik dari di masjid jika dia ke masjid hanya untuk berjemaah, tanpa sebarang faedah lain, tetapi jika ada faedah yang lain seperti mendengar tazkirah keagamaan, mempelajari sesuatu ilmu atau mendengar bacaan al-Qur’an daripada qari yang khusyuk, maka pergi ke masjid itu adalah lebih baik..”
Sepertimana maklum, biasanya solat tarawikh di masjid diselitkan dengan ceramah-ceramah, zikir, tadarus Al-Quran dan majlis ilmu, jadi adalah lebih baik untuk kaum wanita ke masjid..
Sedangkan pada zaman Rasulullah, para sahabiah dan Ummul Mukminin(isteri-isteri Nabi) sangat rindu dan ghairah untuk ke masjid, bahkan ada sebuah hadis yang menunjukkan isteri Rasulullah sering ke masjid, Sayyidah Zainab r.a, salah seorang isteri nabi pernah mengikat seutas tali di antara dua tiang di masjid :
Anas bin Malik r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah masuk ke dalam masjid. Beliau melihat ada tali yang terikat antara dua tiang masjid, kemudian baginda bertanya, “Untuk apa tali ini?” Maka sahabat menjawab, “Ini adalah tali Zainab r.a.(isteri nabi) Bila dia letih dan mengantuk, maka dia akan bergantung kepadanya. Rasulullah saw. bersabda, “Bukalah tali ini. Hendaklah seseorang solat dalam keadaan bersemangat saja, dan bila dia letih hendaklah dia tidur.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Subhanallah, kita lihat bagaimana Ummul Mukminin yang begitu erat terpaut dengan rumah Allah.. Tidak inginkah kita untuk mencontohi mereka? Tidak inginkah kita untuk menjadi sebaik-baik muslimah di sisiNya?
Sungguh rugi sesiapa yang tiada keinginan untuk ke istana Allah..
Paling kurang dalam setahun, hanya sebulan sahaja ke masjid, takkan tak boleh kot? Wanita ni biasanya solat di rumah sahaja.. Apa salahnya sepanjang bulan Ramadhan, kita solat tarawikh di masjid.. Kita hidupkan rumah-rumah Allah.. kan? ^^
Solat Di Masjid Bagi Wanita Lebih Baik Dengan Syarat..
Ya… Ada syarat-syarat dan adab-adabnya untuk kita beribadah dan bertarawikh di masjid Allah ini..
Di sini saya naqalkan potongan jawapan Mufti Mesir Prof, Dr. Ali Jum’ah apabila ditanya tentang ‘Solat tarawikh bagi wanita lebih baik ditunaikan di rumah atau di masjid?’
“….. Barangkali, adalah lebih baik bagi muslimah zaman ini untuk pergi ke masjid memandangkan kaum wanita sering terasing dari para ulama, majlis-majlis ilmu dan pelajaran-pelajaran agama..
Bagaimanapun, perlu untuk kita tahu bahawa pemergian seorang wanita ke masjid adalah afdhal(lebih banyak ganjaran dari di rumah) sekiranya ketiadaannya di rumah tidak memberi kesan terhadap tanggungjawabnya di rumah, keluarga dan hak-hak suami..(pastikan tanggungjawab selesai) serta aman dan terhindar dari membuat gangguan dan fitnah..
Dan juga (lebih afdhal solat di masjid), sekiranya seseorang wanita mampu memelihara pakaian/penampilan seperti yang dituntut syarak, hak-hak masjid seperti merendahkan suara, ikhlas dalam beribadah, menjauhi mengumpat, gosip dan seumpamanya secara keseluruhan, serta tidak mengganggu orang lain..
Sebaliknya, apabila seseorang muslimah itu tidak mampu mematuhi adab-adab tersebut, maka solat wanita di rumahnya adalah lebih afdhal..” (dipetik dan diedit sedikit dari kitab ‘Al-kalimut Tayyibu Fatawa ‘Asriyyah‘ oleh Al-Allamah Sheikh ‘Ali Jum’ah rahimahullah: m/s 45, terbitan Darus salam)
Wallahu ta’ala a’la wa a’lam.. ヅ
TANDA-TANDA IMAN LEMAH…

1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah! Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan. Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, “Setiap umatku mendapatkan perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan, sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseirang melakukan suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, ‘Hai fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begini,’ padahal sebelum itu Rabb-nya telah menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi Allah dari dirinya.” (Bukhari, 10/486) Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86) 2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah:74)
3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (Tirmidzi, hadits nomor 3479)
4. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi shalat Jum’at dan lebih suka barisan shalat yang paling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor 679) Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.” Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib, tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.
5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw. berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)
6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang sama melalaikan isinya. Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al-Anfal:2)
7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berdzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berdzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Anda menangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, “Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.” (An-Nisa:142)

9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsis banget! Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18) Nabi saw. pernah mendengar ada seseorang yang berlebihan dalam memuji orang lain. Beliau pun lalu bersabda kepada si pemuji, “Sungguh engkau telah membinasakan dia atau memenggal punggungnya.” (Bukhari, hadits nomor 2469, dan Muslim hadits nomor 5321) Hati-hatilah. Ingat pesan Rasulullah ini, “Sesungguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemimpinan, dan hal itu akan menjadikan penyesalan pada hari kiamat. Maka alangkah baiknya yang pertama dan alangkah buruknya yang terakhir.” (Bukhari, nomor 6729) “Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hati kiamat, kecuali orang yang adil.” (Shahihul Jami, 1420). Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, “Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50) “Maukah kalian kuberitahu siapa penghuni neraka?” tanya Rasulullah saw. Para sahabat menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. bersabda, “Yaitu setiap orang yang kasar, angkuh, dan sombong.” (Bukhari, hadits 4537, dan Muslim, hadits nomor 5092)
10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw. ini, “Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (Shahihul Jami’, 2678)
11. Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda perbuat. Ingat, Allah swt. benci dengan perbuatan seperti itu. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu perbuat.” (Ash-Shaff:2-3) Apakah Anda lupa dengan definisi iman? Iman itu adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, harus konsisten.

13. Ketika Anda menilai sesuatu dari dosa apa tidak, dan tidak mau melihat dari sisi makruh apa tidak. Akibatnya, Anda akan enteng melakukan hal-hal yang syubhat dan dimakruhkan agama. Hati-hatilah! Sebab, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang berada dalam syubhat, berarti dia berada dalam yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanaman yang dilindungi yang dapat begitu mudah untuk merumput di dalamnya.” (Muslim, hadits nomor 1599) Iman Anda pasti dalam keadaan lemah, jika Anda mengatakan, “Gak apa. Ini kan cuma dosa kecil. Gak seperti dia yang melakukan dosa besar. Istighfar tiga kali juga hapus tuh dosa!” Jika sudah seperti ini, suatu ketika Anda pasti tidak akan ragu untuk benar-benar melakukan kemungkaran yang besar. Sebab, rem imannya sudah tidak pakem lagi.
14. Ketika Anda mencela hal yang makruf dan punya perhatian dengan kebaikan-kebaikan kecil. Ini pesan Rasulullah saw., “Jangan sekali-kali kamu mencela yang makruf sedikitpun, meski engkau menuangkan air di embermu ke dalam bejana seseorang yang hendak menimba air, dan meski engkau berbicara dengan saudarmu sedangkan wajahmu tampak berseri-seri kepadanya.” (Silsilah Shahihah, nomor 1352) Ingatlah, surga bisa Anda dapat dengan amal yang kelihatan sepele! Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyingkirkan gangguan dari jalan orang-orang muslim, maka ditetapkan satu kebaikan baginya, dan barangsiapa yang diterima satu kebaikan baginya, maka ia akan masuk surga.” (Bukhari, hadits nomor 593)
15. Ketika Anda tidak mau memperhatikan urusan kaum muslimin dan tidak mau melibatkan diri dalam urusan-urusan mereka. Bahkan, untuk berdoa bagi keselamatan mereka pun tidak mau. Padahal seharusnya seorang mukmin seperti hadits Rasulullah ini, “Sesungguhnya orang mukmin dari sebagian orang-orang yang memiliki iman adalah laksana kedudukan kepala dari bagian badan. Orang mukmin itu akan menderita karena keadaan orang-orang yang mempunyai iman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena keadaan di kepala.” (Silsilah Shahihah, nomor 1137)

17. Ketika Anda tidak tergugah rasa tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan Islam. Tidak mau menyebarkan dan menolong agama Allah ini. Merasa cukup bahwa urusan dakwah itu adalah kewajiban para ulama. Padahal, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Allah.” (Ash-Shaff:14)
18. Ketika Anda merasa resah dan takut tertimpa musibah; atau mendapat problem yang berat. Lalu Anda tidak bisa bersikap sabar dan berhati tegar. Anda kalut. Tubuh Anda gemetar. Wajah pucat. Ada rasa ingin lari dari kenyataan. Ketahuilah, iman Anda sedang diuji Allah. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji.” (Al-Ankabut:2) Seharusnya seorang mukmin itu pribadi yang ajaib. Jiwanya stabil. “Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman. Karena seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi bagi orang yang beriman, yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya; dan jika ia tertimpa kesulitan dia pun bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya.” (Muslim)
19. Ketika Anda senang berbantah-bantahan dan berdebat. Padahal, perbuatan itu bisa membuat hati Anda keras dan kaku. “Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk yang mereka berada pada petunjuk itu, kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan.” (Shahihul Jami’, nomor 5633)
20. Ketika Anda bergantung pada keduniaan, menyibukkan diri dengan urusan dunia, dan merasa tenang dengan dunia. Orientasi Anda tidak lagi kepada kampung akhirat, tapi pada tahta, harta, dan wanita. Ingatlah, “Dunia itu penjara bagi orang yang beriman, dan dunia adalah surga bagi orang kafir.” (Muslim)
21. Ketika Anda senang mengucapkan dan menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tidak mencirikan keimanan ada dalam hatinya. Sehingga, tidak ada kutipan nash atau ucapan bermakna semisal itu dalam ucapan Anda. Bukankah Allah swt. telah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Israa’:53) Seperti inilah seharusnya sikap seorang yang beriman. “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (Al-Qashash:55) Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (Bukhari dan Muslim)
22. Ketika Anda berlebih-lebihan dalam masalah makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan berkendaraan. Gandrung pada kemewahan yang tidak perlu. Sementara, begitu banyak orang di sekeliling Anda sangat membutuhkan sedikit harta untuk menyambung hidup. Ingat, Allah swt. telah mengingatkan hal ini, ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf:31). Bahkan, Allah swt. menyebut orang-orang yang berlebihan sebagai saudaranya setan. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Isra’:26) Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah.” (Al-Silsilah Al-Shahihah, nomor 353). Sumber : dakwatuna.com Subhaanakalloohumma wa bihamdika, asyhadu allaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Tata Cara Menangkal dan Menanggulangi Sihir
Hukum Sihir Dan Perdukunan.
Segala puji hanya kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada junjungan umat, Nabi besar Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, yang tiada lagi Nabi sesudahnya.
Akhir-akhir ini banyak sekali tukang-tukang ramal yang mengaku dirinya sebagai tabib, dan mengobati orang sakit dengan jalan sihir atau perdukunan. Mereka kini banyak menyebar di berbagai negeri; orang-orang awam yang tidak mengerti sudah banyak menjadi korban pemerasan mereka.
Maka atas dasar nasihat (loyalitas) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kepada hamba-hambaNya, saya ingin menjelaskan tentang betapa besar bahayanya terhadap Islam dan umat Islam adanya ketergantungan kepada selain Allah dan bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan perintah Allah dan RasulNya.
Dengan memohon pertolongan Allah Ta’ala saya katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim jika sakit hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar untuk diperiksa apa penyakit yang dideritanya. Kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syara’, sebagaimana yang dikenal dalam ilmu kedokteran.
Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakkal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Ta’ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Ta’ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.
Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin-jin untuk meminta pertolongan kepada jin-jin tersebut sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan kufur dan sesat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam berbagai haditsnya sebagai berikut :
“Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab ‘Shahih Muslim’, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa mendatangi ‘arraaf’ (tukang ramal)) kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.”
“Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:‘Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud).
“Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lafazh: ‘Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
“Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”(HR. Al-Bazzaar,dengan sanad jayyid).
Hadits-hadits yang mulia di atas menunjukkan larangan mendatangi peramal, dukun dan sebangsanya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya.
Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka.
Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek-praktek di pasar-pasar, mall-mall atau di tempat-tempat lainnya, dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak tertipu oleh pengakuan segelintir orang tentang kebenaran apa yang mereka lakukan. Karena orang-orang tersebut tidak mengetahui perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan.
Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang umatnya mendatangi para peramal, dukun dan tukang tenung. Melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan. Karena hal itu mengandung kemungkaran dan bahaya besar, juga berakibat negatif yang sangat besar pula. Sebab mereka itu adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa.
Hadits-hadits Rasulullah tersebut di atas membuktikan tentang kekufuran para dukun dan peramal. Karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin. Padahal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka.
Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan-tulisan azimat yang mereka buat, atau menuangkan cairan timah, dan lain-lain cerita bohong yang mereka lakukan.
Semua ini adalah praktek-praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barangsiapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah menolong dalam perbuatan bathil dan kufur.
Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada para dukun, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, lalu menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh, pernikahan anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang cinta, kesetiaan, perselisihan atau perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Sebab semua itu berhubungan dengan hal-hal ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali oleh Allah Subhanahhu wa Ta’ala.
Sihir sebagai salah satu perbuatan kufur yang diharamkan oleh Allah, dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 102 tentang kisah dua Malaikat:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan:”Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarkan ayat (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di Akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”(Al-Baqarah:102)
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudharat bagi diri mereka sendiri, dan tidak pula mendatangkan sesuatu kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini merupakan ancaman berat yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di Akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjualbelikan diri mereka dengan harga yang sangat murah, itulah sebabnya Allah berfirman :
“Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir itu, seandainya mereka mengetahui.”
Kita memohon kepada Allah kesejahteraan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepadaNya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah dengan segala sangsi-sangsinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan dan segala praktek keji yang mereka lakukan.
Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia!.
Tata Cara Menangkal Dan Menanggulangi Sihir
Allah telah mensyari’atkan kepada hamba-hambaNya supaya mereka menjauhkan diri dari kejahatan sihir sebelum terjadi pada diri mereka. Allah juga menjelaskan tentang bagaimana cara pengobatan sihir bila telah terjadi. Ini merupakan rahmat dan kasih sayang Allah, kebaikan dan kesempurnaan nikmatNya kepada mereka.
Berikut ini beberapa penjelasan tentang usaha menjaga diri dari bahaya sihir sebelum terjadi, begitu pula usaha dan cara pengobatannya bila terkena sihir, yakni cara-cara yang dibolehkan menurut hukum syara’:
Pertama: Tindakan preventif, yakni usaha menjauhkan diri dari bahaya sihir sebelum terjadi. Cara yang paling penting dan bermanfaat ialah penjagaan dengan melakukan dzikir yang disyari’atkan, membaca do’a dan ta’awwudz sesuai dengan tuntunan Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya seperti di bawah ini:
A. Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat lima waktu, sesudah membaca wirid yang disyari’atkan setelah salam, atau dibaca ketika akan tidur. Karena ayat Kursi termasuk ayat yang paling besar nilainya di dalam Al-Qur’an. Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu hadits shahihnya :
“Barangsiapa membaca ayat Kursi pada malam hari, Allah senantiasa menjaganya dan syetan tidak mendekatinya sampai Shubuh.”
Ayat Kursi terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 255 yang bunyinya :
“Allah tidak ada Tuhan selain Dia, Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaanNya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
B. Membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Naas pada setiap selesai shalat lima waktu, dan membaca ketiga surat tersebut sebanyak tiga kali pada pagi hari sesudah shalat Shubuh, dan menjelang malam sesudah shalat Maghrib, sesuai dengan hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i.
C. Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah yaitu ayat 285-286 pada permulaan malam, sebagaimana sabda Rasulullah :
“Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka cukuplah baginya.”
Adapun bacaan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya’. (Mereka berdo’a): ‘Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.”
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kewajiban) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a), ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya, beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.”
D. Banyak berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna.
Hendaklah dibaca pada malam hari dan siang hari ketika berada di suatu tempat, ketika masuk ke dalam suatu bangunan, ketika berada di tengah padang pasir, di udara atau di laut. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan: ‘A’uudzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq’ (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaanNya), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu.”
E. Membaca do’a di bawah ini masing-masing tiga kali pada pagi hari dan menjelang malam :
“Dengan nama Allah, yang bersama namaNya, tidak ada sesuatu pun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
Bacaan-bacaan dzikir dan ta’awwudz ini merupakan sebab-sebab yang besar untuk memperoleh keselamatan dan untuk menjauhkan diri dari kejahatan sihir atau kejahatan lainnya. Yaitu bagi mereka yang selalu mengamalkannya secara benar disertai keyakinan yang penuh kepada Allah, bertumpu dan pasrah kepadaNya dengan lapang dada dan hati yang khusyu’.
Kedua: Bacaan-bacaan seperti ini juga merupakan senjata ampuh untuk menghilangkan sihir yang sedang menimpa seseorang, dibaca dengan hati yang khusyu’, tunduk dan merendahkan diri, seraya memohon kepada Allah agar dihilangkan bahaya dan malapetaka yang dihadapi. Do’a-do’a berdasarkan riwayat yang kuat dari Rasulullah untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh sihir dan lain sebagainya adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam me-ruqyah (mengobati dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an atau do’a-do’a) sahabat-sahabatnya dengan bacaan :
Artinya: “Ya Allah, Tuhan segenap manusia….! Hilangkanlah sakit dan sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tidak ada penyembuhan melainkan penyembuhan dariMu, penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari).
2. Do’a yang dibaca Jibril , ketika meruqyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala yang menyakitkanmu, dan dari kejahatan setiap diri atau dari pandangan mata yang penuh kedengkian, semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” Bacaan ini hendaknya diulang tiga kali.
3. Pengobatan sihir cara lainnya, terutama bagi laki-laki yang tidak dapat berjimak dengan istrinya karena terkena sihir. Yaitu, ambillah tujuh lembar daun bidara yang masih hijau, ditumbuk atau digerus dengan batu atau alat tumbuk lainnya, sesudah itu dimasukkan ke dalam bejana secukupnya untuk mandi; bacakan ayat Kursi pada bejana tersebut; bacakan pula surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, dan ayat-ayat sihir dalam surat Al-A’raf ayat 117-119, surat Yunus ayat 79-82 dan surat Thaha ayat 65-69.
Surat Al-A’raf ayat 117-119 yang bunyinya:
“Dan Kami wahyukan kepada Musa: ‘Lemparkanlah tongkatmu!’ Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu, nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka orang-orang yang hina.”
Surat Yunus ayat 79-82:
“Fir’aun berkata (kepada pemuka kaumnya): ‘Datangkanlah kepadaku semua ahli sihir yang pandai’. Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang, Musa berkata kepada mereka: ‘Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan’. Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: ‘Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenaran mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsung pekerjaan orang-orang yang membuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapanNya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).“
Surat Thaha ayat 65-69 yang bunyinya :
“Mereka bertanya,’Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamilah yang mula-mula melemparkan?’ Musa menjawab,’Silahkan kamu sekalian melemparkan’. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berfirman: ‘Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat, sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang.”
Setelah selesai membaca ayat-ayat tersebut di atas hendaklah diminum sedikit airnya dan sisanya dipakai untuk mandi.)
Dengan cara ini mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan penyakit yang sedang dideritanya.
4. Cara pengobatan lainnya, sebagai cara yang paling bermanfaat ialah berupaya mengerahkan tenaga dan daya untuk mengetahui di mana tempat sihir terjadi, di atas gunung atau di tempat manapun ia berada, dan bila sudah diketahui tempatnya, diambil dan dimusnahkan sehingga lenyaplah sihir tersebut.
Inilah beberapa penjelasan tentang perkara-perkara yang dapat menjaga diri dari sihir dan usaha pengobatan atau cara penyembuhannya, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Adapun pengobatan dengan cara-cara yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir, yaitu dengan mendekatkan diri kepada jin disertai dengan penyembelihan hewan, atau cara-cara mendekatkan diri lainnya, maka semua ini tidak dibenarkan karena termasuk perbuatan syirik paling besar yang wajib dihindari.
Demikian pula pengobatan dengan cara bertanya kepada dukun,’arraaf (tukang ramal) dan menggunakan petunjuk sesuai dengan apa yang mereka katakan. Semua ini tidak dibenarkan dalam Islam, karena dukun-dukun tersebut tidak beriman kepada Allah; mereka adalah pendusta dan pembohong yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, dan kemudian menipu manusia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan orang-orang yang mendatangi mereka, menanyakan dan membenarkan apa yang mereka katakan, sebagaimana telah dijelaskan hukum-hukumnya di awal tulisan ini.
Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon, agar seluruh kaum muslimin dilimpahkan kesejahteraan dan keselamatan dari segala kejahatan, dan semoga Allah melindungi mereka, agama mereka, dan menganugerahkan kepada mereka pemahaman dan agamaNya, serta memelihara mereka dari segala sesuatu yang menyalahi syari’atNya.
(Dikutip dari tulisan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, dikirim : oleh al Akh Hari Nasution. Diterbitkan oleh Depar-temen Urusan KeIslaman, Wakaf, Dakwah Dan Bimbingan Islam, Saudi Arabia)
Akhir-akhir ini banyak sekali tukang-tukang ramal yang mengaku dirinya sebagai tabib, dan mengobati orang sakit dengan jalan sihir atau perdukunan. Mereka kini banyak menyebar di berbagai negeri; orang-orang awam yang tidak mengerti sudah banyak menjadi korban pemerasan mereka.
Maka atas dasar nasihat (loyalitas) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kepada hamba-hambaNya, saya ingin menjelaskan tentang betapa besar bahayanya terhadap Islam dan umat Islam adanya ketergantungan kepada selain Allah dan bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan perintah Allah dan RasulNya.
Dengan memohon pertolongan Allah Ta’ala saya katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim jika sakit hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar untuk diperiksa apa penyakit yang dideritanya. Kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syara’, sebagaimana yang dikenal dalam ilmu kedokteran.
Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakkal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Ta’ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Ta’ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.
Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin-jin untuk meminta pertolongan kepada jin-jin tersebut sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan kufur dan sesat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam berbagai haditsnya sebagai berikut :
“Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab ‘Shahih Muslim’, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa mendatangi ‘arraaf’ (tukang ramal)) kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.”
“Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:‘Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud).
“Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lafazh: ‘Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
“Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”(HR. Al-Bazzaar,dengan sanad jayyid).
Hadits-hadits yang mulia di atas menunjukkan larangan mendatangi peramal, dukun dan sebangsanya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya.
Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka.
Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek-praktek di pasar-pasar, mall-mall atau di tempat-tempat lainnya, dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak tertipu oleh pengakuan segelintir orang tentang kebenaran apa yang mereka lakukan. Karena orang-orang tersebut tidak mengetahui perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan.
Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang umatnya mendatangi para peramal, dukun dan tukang tenung. Melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan. Karena hal itu mengandung kemungkaran dan bahaya besar, juga berakibat negatif yang sangat besar pula. Sebab mereka itu adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa.
Hadits-hadits Rasulullah tersebut di atas membuktikan tentang kekufuran para dukun dan peramal. Karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin. Padahal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka.
Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan-tulisan azimat yang mereka buat, atau menuangkan cairan timah, dan lain-lain cerita bohong yang mereka lakukan.
Semua ini adalah praktek-praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barangsiapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah menolong dalam perbuatan bathil dan kufur.
Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada para dukun, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, lalu menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh, pernikahan anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang cinta, kesetiaan, perselisihan atau perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Sebab semua itu berhubungan dengan hal-hal ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali oleh Allah Subhanahhu wa Ta’ala.
Sihir sebagai salah satu perbuatan kufur yang diharamkan oleh Allah, dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 102 tentang kisah dua Malaikat:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan:”Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarkan ayat (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di Akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”(Al-Baqarah:102)
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudharat bagi diri mereka sendiri, dan tidak pula mendatangkan sesuatu kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini merupakan ancaman berat yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di Akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjualbelikan diri mereka dengan harga yang sangat murah, itulah sebabnya Allah berfirman :
“Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir itu, seandainya mereka mengetahui.”
Kita memohon kepada Allah kesejahteraan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepadaNya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah dengan segala sangsi-sangsinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan dan segala praktek keji yang mereka lakukan.
Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia!.
Tata Cara Menangkal Dan Menanggulangi Sihir
Allah telah mensyari’atkan kepada hamba-hambaNya supaya mereka menjauhkan diri dari kejahatan sihir sebelum terjadi pada diri mereka. Allah juga menjelaskan tentang bagaimana cara pengobatan sihir bila telah terjadi. Ini merupakan rahmat dan kasih sayang Allah, kebaikan dan kesempurnaan nikmatNya kepada mereka.
Berikut ini beberapa penjelasan tentang usaha menjaga diri dari bahaya sihir sebelum terjadi, begitu pula usaha dan cara pengobatannya bila terkena sihir, yakni cara-cara yang dibolehkan menurut hukum syara’:
Pertama: Tindakan preventif, yakni usaha menjauhkan diri dari bahaya sihir sebelum terjadi. Cara yang paling penting dan bermanfaat ialah penjagaan dengan melakukan dzikir yang disyari’atkan, membaca do’a dan ta’awwudz sesuai dengan tuntunan Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya seperti di bawah ini:
A. Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat lima waktu, sesudah membaca wirid yang disyari’atkan setelah salam, atau dibaca ketika akan tidur. Karena ayat Kursi termasuk ayat yang paling besar nilainya di dalam Al-Qur’an. Rasulullah ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu hadits shahihnya :
“Barangsiapa membaca ayat Kursi pada malam hari, Allah senantiasa menjaganya dan syetan tidak mendekatinya sampai Shubuh.”
Ayat Kursi terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 255 yang bunyinya :
“Allah tidak ada Tuhan selain Dia, Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaanNya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
B. Membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Naas pada setiap selesai shalat lima waktu, dan membaca ketiga surat tersebut sebanyak tiga kali pada pagi hari sesudah shalat Shubuh, dan menjelang malam sesudah shalat Maghrib, sesuai dengan hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i.
C. Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah yaitu ayat 285-286 pada permulaan malam, sebagaimana sabda Rasulullah :
“Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka cukuplah baginya.”
Adapun bacaan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya’. (Mereka berdo’a): ‘Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.”
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kewajiban) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a), ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya, beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.”
D. Banyak berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna.
Hendaklah dibaca pada malam hari dan siang hari ketika berada di suatu tempat, ketika masuk ke dalam suatu bangunan, ketika berada di tengah padang pasir, di udara atau di laut. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan: ‘A’uudzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq’ (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaanNya), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu.”
E. Membaca do’a di bawah ini masing-masing tiga kali pada pagi hari dan menjelang malam :
“Dengan nama Allah, yang bersama namaNya, tidak ada sesuatu pun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
Bacaan-bacaan dzikir dan ta’awwudz ini merupakan sebab-sebab yang besar untuk memperoleh keselamatan dan untuk menjauhkan diri dari kejahatan sihir atau kejahatan lainnya. Yaitu bagi mereka yang selalu mengamalkannya secara benar disertai keyakinan yang penuh kepada Allah, bertumpu dan pasrah kepadaNya dengan lapang dada dan hati yang khusyu’.
Kedua: Bacaan-bacaan seperti ini juga merupakan senjata ampuh untuk menghilangkan sihir yang sedang menimpa seseorang, dibaca dengan hati yang khusyu’, tunduk dan merendahkan diri, seraya memohon kepada Allah agar dihilangkan bahaya dan malapetaka yang dihadapi. Do’a-do’a berdasarkan riwayat yang kuat dari Rasulullah untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh sihir dan lain sebagainya adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam me-ruqyah (mengobati dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an atau do’a-do’a) sahabat-sahabatnya dengan bacaan :
Artinya: “Ya Allah, Tuhan segenap manusia….! Hilangkanlah sakit dan sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tidak ada penyembuhan melainkan penyembuhan dariMu, penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari).
2. Do’a yang dibaca Jibril , ketika meruqyah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala yang menyakitkanmu, dan dari kejahatan setiap diri atau dari pandangan mata yang penuh kedengkian, semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” Bacaan ini hendaknya diulang tiga kali.
3. Pengobatan sihir cara lainnya, terutama bagi laki-laki yang tidak dapat berjimak dengan istrinya karena terkena sihir. Yaitu, ambillah tujuh lembar daun bidara yang masih hijau, ditumbuk atau digerus dengan batu atau alat tumbuk lainnya, sesudah itu dimasukkan ke dalam bejana secukupnya untuk mandi; bacakan ayat Kursi pada bejana tersebut; bacakan pula surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, dan ayat-ayat sihir dalam surat Al-A’raf ayat 117-119, surat Yunus ayat 79-82 dan surat Thaha ayat 65-69.
Surat Al-A’raf ayat 117-119 yang bunyinya:
“Dan Kami wahyukan kepada Musa: ‘Lemparkanlah tongkatmu!’ Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu, nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka orang-orang yang hina.”
Surat Yunus ayat 79-82:
“Fir’aun berkata (kepada pemuka kaumnya): ‘Datangkanlah kepadaku semua ahli sihir yang pandai’. Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang, Musa berkata kepada mereka: ‘Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan’. Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: ‘Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenaran mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsung pekerjaan orang-orang yang membuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapanNya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).“
Surat Thaha ayat 65-69 yang bunyinya :
“Mereka bertanya,’Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamilah yang mula-mula melemparkan?’ Musa menjawab,’Silahkan kamu sekalian melemparkan’. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berfirman: ‘Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat, sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang.”
Setelah selesai membaca ayat-ayat tersebut di atas hendaklah diminum sedikit airnya dan sisanya dipakai untuk mandi.)
Dengan cara ini mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan penyakit yang sedang dideritanya.
4. Cara pengobatan lainnya, sebagai cara yang paling bermanfaat ialah berupaya mengerahkan tenaga dan daya untuk mengetahui di mana tempat sihir terjadi, di atas gunung atau di tempat manapun ia berada, dan bila sudah diketahui tempatnya, diambil dan dimusnahkan sehingga lenyaplah sihir tersebut.
Inilah beberapa penjelasan tentang perkara-perkara yang dapat menjaga diri dari sihir dan usaha pengobatan atau cara penyembuhannya, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Adapun pengobatan dengan cara-cara yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir, yaitu dengan mendekatkan diri kepada jin disertai dengan penyembelihan hewan, atau cara-cara mendekatkan diri lainnya, maka semua ini tidak dibenarkan karena termasuk perbuatan syirik paling besar yang wajib dihindari.
Demikian pula pengobatan dengan cara bertanya kepada dukun,’arraaf (tukang ramal) dan menggunakan petunjuk sesuai dengan apa yang mereka katakan. Semua ini tidak dibenarkan dalam Islam, karena dukun-dukun tersebut tidak beriman kepada Allah; mereka adalah pendusta dan pembohong yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, dan kemudian menipu manusia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan orang-orang yang mendatangi mereka, menanyakan dan membenarkan apa yang mereka katakan, sebagaimana telah dijelaskan hukum-hukumnya di awal tulisan ini.
Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon, agar seluruh kaum muslimin dilimpahkan kesejahteraan dan keselamatan dari segala kejahatan, dan semoga Allah melindungi mereka, agama mereka, dan menganugerahkan kepada mereka pemahaman dan agamaNya, serta memelihara mereka dari segala sesuatu yang menyalahi syari’atNya.
(Dikutip dari tulisan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, dikirim : oleh al Akh Hari Nasution. Diterbitkan oleh Depar-temen Urusan KeIslaman, Wakaf, Dakwah Dan Bimbingan Islam, Saudi Arabia)
Manfaat Doa dan Dzikir

– Mendatangkan keridhaan Allah Subhanahu wa ta’ala
– Mengusir syaitan, menundukkan dan mengenyahkannya
– Menghilangkan kesedihan dan kemuraman hati
– Membuat hati dan wajah berseri
– Melapangkan rizki
– Menimbulkan karisma dan rasa percaya diri
– Menumbuhkan perasaan bahwa dirinya diawasi, sehingga mendorongnya untuk selalu berbuat kebajikan
– Membuahkan kedekatan kepada Allah. Seberapa jauh dia melakukan dzikir kepada Allah maka sejauh itu pula kedekatannya kepada Allah, dan seberapa jauh ia lalai melakukan dzikir, maka sejauh itu jarak yang memisahkannya dengan Allah
– Menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan memuliakan Nya
– Membuat hati menjadi hidup. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
“Dzikir bagi hati sama dengan air bagi ikan, maka bagaimana keadaan yang terjadi pada ikan seandainya ia berpisah dengan air?”
– Menghapus kesalahan dan menghilangkannya
– Hamba yang mengenal Allah dengan cara berdzikir di saat lapang, menjadikan dirinya tetap mengenal Nya saat menghadapi kesulitan, dan Dia akan mengenalnya disaat ia mengalami kesulitan
– Menyebabkan turunnya ketenangan, datangnya rahmat dan para Malaikat mengelilingi orang yang berdzikir, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
– Dzikir merupakan ibadah yang paling mudah namun paling agung dan paling utama
– Siapa yang dibukakan untuk melakukan dzikir berarti telah dibukakan untuk menuju kepada Allah
– Dzikir kepada Allah dapat memudahkan kesulitan dan dapat meringankan beban yang berat
– Termasuk dzikir kepada Allah; melaksanakan perintah Nya, menjauhi larangan Nya dan melaksanakan hukum hukum Nya
Pada bagian berikutnya Ust. Yazid menjelaskan kapan waktu persisnya dzikir pagi dan petang. Beliau mengutip perkataan Imam Ibnu Qayyim rahimahullah.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata :
“Waktunya antara Shubuh hingga terbit matahari, dan antara ‘Ashar hingga terbenam matahari.” (hal. 21).
Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan bacaan bacaan dzikir yang perlu dibaca pada waktu pagi dan petang. Dan terakhir dipaparkan tentang dzikir sesudah shalat fardhu.
Tahapan Dalam Menuntut Ilmu
Fadhilatus Syaikh Zaid bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah ditanya pertanyaan berikut:
“Bagaimana metode yang benar dalam belajar agama secara bertahap? Dan bagaimana metode yang benar dalam belajar ilmu aqidah, tafsir, fiqih dan hadits. Dari mana kita memulainya?”
Beliau lalu menjawab:
Pertanyaan ini menunjukkan bahwa penanya sedang mencari metode yang benar untuk mendapatkan ilmu agama. Namun yang benar, pertama-tama, seorang penuntut ilmu hendaknya mencari dulu guru yang menguasai ilmu syar’i yang berjalan di atas manhaj salafus shalih. Karena memilih guru dan memilih kitab yang tepat adalah metode yang benar untuk menuntut ilmu syar’i.
Memilih mata pelajaran dalam ilmu syar’i baik aqidah, tafsir, hadits, fiqih, ilmu bahasa, sirah, semuanya ini tidak diragukan lagi butuh tahapan dan butuh pula kebijaksanaan dalam berpindah dari satu tahapan ke tahapan yang lain atau dari satu kitab ke kitab yang lain.
Ketika belajar aqidah dan ingin melalui tahapan yang benar, maka seorang penuntut ilmu hendaknya memulai dengan belajar kitab Al Ushul Ats Tsalatsah milik Imam Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (wafat 1206 H) rahimahullah. Dalam kitab ini terdapat ilmu yang melimpah dalam permasalahan aqidah yang tidak akan membuat penuntut ilmu menyimpang dari manhaj salafus shalih dalam memahami agama.
Setelah itu lanjutkan mempelajari Al Qawaid Al Arba’, Kasyfus Syubhat dan Risalah Ushulil Iman. Tulisan-tulisan ini merupakan panduan dalam bidang aqidah dan merupakan pelajaran pokok dalam mempelajari ilmu-ilmu syariah yang lain. Ketika seseorang telah mempelajari kitab-kitab ini, ia akan memiliki akidah yang benar dan berjalan di atas manhaj salafiy, serta mendapatkan pencerahan darinya. Kemudian setelah mempelajari kitab-kitab ini, hendaknya berpindah ke tahapan yang lebih tinggi semisalKitab At Tauhid, lalu setelah menyelesaikan kitab ini berpindah lagi ke kitab Al Aqidah Al Washithiyyahmilik Imam Mujaddin Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728H) rahimahullah. Lalu melanjutkan ke kitab Al Hamawiyyah dan At Tadmuriyyah lalu Al Aqidah Ath Thahawiyyah.
Setelah itu, dapat melanjutkan membaca kitab-kitab Sunan yang berkaitan dengan pembahasan sunnah dan tahdzir terhadap bid’ah. Yang terkenal diantaranya Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah milik Al Laalikaa-i (wafat 418H), Kitab As Sunnah milik Al Khallal (wafat 311H), Kitab As Sunnah milik Abdullah bin Ahmad bin Hambal (wafat 290H), Al Ibanah milik Ibnu Bathah Al’Akbari (wafat 387H), dan Kitab At Tauhid milik Ibnu Khuzaimah (wafat 311H) dan kitab-kitab lain yang termasuk dalam bidang ini.
Adapun yang berkaitan dengan ilmu tafsir, yang aku pilih untuk para penuntut ilmu adalah kitab Tafsir Ibni Katsir (774H) rahimahullah, dan Kitab Tafsir As Sa’di (1376H) rahimahullah. Lebih khusus lagi, aku menyarankan Mukhtashar Tafsir Ibni Katsir milik Muhammad Nasib Ar Rafi’i karena -sepengetahuan kami- beliau telah meringkas Tafsir Ibni Katsir hingga sejalan dengan manhaj salaf. Jika mampu menyelesaikan kitab-kitab tadi, maka pelajarilah Tafsir Al Baghawi (516H) juga kitab-kitab tafsir selain yang disebutkan yang bila seorang penuntut ilmu membacanya lalu menelaahnya ia bisa menyadari jika menemukan ta’wil-ta’wil yang tercela, semisal kitab Tafsir Al Qurthubi (wafat 671H). Dan dapat juga mempelajari kitab tafsir lainnya seperti Tafsir Ibnul Jauzi (wafat 597H), dan Tafsir Asy Syaukani (wafat 1250H).
Namun dengan catatan, dalam sebagian kitab-kitab tafsir yang bagus dan mengandung limpahan ilmu tersebut, penulisnya -rahimahullah ‘alaihim- terkadang men-ta’wil ayat-ayat tentang sifat Allah. Tapi sedikit sekali ta’wil yang disepakati oleh mereka yang men-ta’wil nash Qur’an dan Sunnah dengan ta’wilan yang tercela. Penyebab terjadinya hal tersebut, -sepengatahuan kami- ada tiga:
Begitu juga dalam ilmu fiqih. Andai seorang penuntut ilmu sekedar membaca hadits-hadits saja ia akan mendapat banyak pemahaman dari apa yang ia baca. Namun hendaknya mereka juga mempelajari kitab-kitab fiqih seperti Umdatul Fiqhi yang merinci permasalahan-permasalahan furu’ atau juga kitab Zaadul Mustaqni. Allah telah memuliakan umat ini dengan adanya banyak kitab syarah dari Zaadul Mustaqni, baik dari ulama terdahulu maupun ulama di masa ini. Di antara syarah yang mudah dipelajari adalah yang ditulis oleh ulama masa ini, Syaikh Al Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, dalam kitab As Syarh Al Mumthi’. Kitab ini memang benar-benar memuaskan (mumthi’) karena di dalamnya terdapat bahasan-bahasan yang bermanfaat dan penjelasan-penjelasan yang langka. Semoga Allah memberikan ganjaran kepada beliau, menjadikan manfaat yang besar dari ilmu beliau, dan menambah keutamaan beliau.
Sedangkan dalam Sirah Nabawiyyah, mulailah dengan mempelajari Mukhtashar Sirah Nabawiyyah karya Imam Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Kemudian setelah itu mempelajari Sirah Nabawiyyah miliki Ibnu Hisyam (wafat 183H). Dan di zaman ini, walhamdulillah, kitab-kitab sirah sudah banyak yang diringkas.
Namun juga, semua ilmu ini dalam mempelajarinya membutuhkan ilmu-ilmu alat seperti ilmu ushul fiqih, qawa’id, musthalah, serta butuh perhatian terhadap ilmu bahasa arab dan qawaidul fiqhiyyah. Sehingga barulah seseorang memiliki kemampuan untuk mengambil ilmu dari dalil-dalil Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman yang benar.
Semua ini, tidak cukup hanya dengan membaca kitab secara otodidak, bahkan jika perlu seseorang menempuh perjalanan untuk mencari guru ke daerah lain jika memang di daerahnya tidak ada, sebagaimana yang dilakukan para salafus shalih dalam menuntut ilmu. Ini jika memang mampu untuk menempuh perjalanan tersebut. Jika tidak mampu menempuh perjalanan tersebut, maka bacalah kitab-kitab lalu kumpulkan hal-hal yang membingungkanmu, kemudian tempuhlah sekedar perjalanan pendek (untuk menanyakanya kepada ulama, pent). Apalagi di zaman ini berhubungan dengan ulama melalui telepon telah mencukupi kebutuhan tersebut tanpa harus bersusah payah. Walhamdulillah.
Wallahu’alam.
Sumber: http://www.ajurry.com/taseel.htm
Catatan:
Urutan dan jenis kitab dalam menuntut ilmu sebagaimana yang disebutkan di atas bukanlah suatu yangsaklek harus demikian. Setiap orang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda-beda sehingga sangat mungkin berbeda pula tahapan belajarnya. Dan akan sangat mungkin berbeda jawabannya jika ditanyakan kepada ulama yang lain. Namun yang pasti, seorang penuntut ilmu hendaknya belajar kepada seorang guru yang mapan ilmunya, sehingga sang guru dapat mengarahkan tahapan belajar yang cocok baginya.
Penyusun: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
“Bagaimana metode yang benar dalam belajar agama secara bertahap? Dan bagaimana metode yang benar dalam belajar ilmu aqidah, tafsir, fiqih dan hadits. Dari mana kita memulainya?”
Beliau lalu menjawab:
Pertanyaan ini menunjukkan bahwa penanya sedang mencari metode yang benar untuk mendapatkan ilmu agama. Namun yang benar, pertama-tama, seorang penuntut ilmu hendaknya mencari dulu guru yang menguasai ilmu syar’i yang berjalan di atas manhaj salafus shalih. Karena memilih guru dan memilih kitab yang tepat adalah metode yang benar untuk menuntut ilmu syar’i.
Memilih mata pelajaran dalam ilmu syar’i baik aqidah, tafsir, hadits, fiqih, ilmu bahasa, sirah, semuanya ini tidak diragukan lagi butuh tahapan dan butuh pula kebijaksanaan dalam berpindah dari satu tahapan ke tahapan yang lain atau dari satu kitab ke kitab yang lain.
Ketika belajar aqidah dan ingin melalui tahapan yang benar, maka seorang penuntut ilmu hendaknya memulai dengan belajar kitab Al Ushul Ats Tsalatsah milik Imam Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (wafat 1206 H) rahimahullah. Dalam kitab ini terdapat ilmu yang melimpah dalam permasalahan aqidah yang tidak akan membuat penuntut ilmu menyimpang dari manhaj salafus shalih dalam memahami agama.
Setelah itu lanjutkan mempelajari Al Qawaid Al Arba’, Kasyfus Syubhat dan Risalah Ushulil Iman. Tulisan-tulisan ini merupakan panduan dalam bidang aqidah dan merupakan pelajaran pokok dalam mempelajari ilmu-ilmu syariah yang lain. Ketika seseorang telah mempelajari kitab-kitab ini, ia akan memiliki akidah yang benar dan berjalan di atas manhaj salafiy, serta mendapatkan pencerahan darinya. Kemudian setelah mempelajari kitab-kitab ini, hendaknya berpindah ke tahapan yang lebih tinggi semisalKitab At Tauhid, lalu setelah menyelesaikan kitab ini berpindah lagi ke kitab Al Aqidah Al Washithiyyahmilik Imam Mujaddin Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728H) rahimahullah. Lalu melanjutkan ke kitab Al Hamawiyyah dan At Tadmuriyyah lalu Al Aqidah Ath Thahawiyyah.
Setelah itu, dapat melanjutkan membaca kitab-kitab Sunan yang berkaitan dengan pembahasan sunnah dan tahdzir terhadap bid’ah. Yang terkenal diantaranya Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah milik Al Laalikaa-i (wafat 418H), Kitab As Sunnah milik Al Khallal (wafat 311H), Kitab As Sunnah milik Abdullah bin Ahmad bin Hambal (wafat 290H), Al Ibanah milik Ibnu Bathah Al’Akbari (wafat 387H), dan Kitab At Tauhid milik Ibnu Khuzaimah (wafat 311H) dan kitab-kitab lain yang termasuk dalam bidang ini.
Adapun yang berkaitan dengan ilmu tafsir, yang aku pilih untuk para penuntut ilmu adalah kitab Tafsir Ibni Katsir (774H) rahimahullah, dan Kitab Tafsir As Sa’di (1376H) rahimahullah. Lebih khusus lagi, aku menyarankan Mukhtashar Tafsir Ibni Katsir milik Muhammad Nasib Ar Rafi’i karena -sepengetahuan kami- beliau telah meringkas Tafsir Ibni Katsir hingga sejalan dengan manhaj salaf. Jika mampu menyelesaikan kitab-kitab tadi, maka pelajarilah Tafsir Al Baghawi (516H) juga kitab-kitab tafsir selain yang disebutkan yang bila seorang penuntut ilmu membacanya lalu menelaahnya ia bisa menyadari jika menemukan ta’wil-ta’wil yang tercela, semisal kitab Tafsir Al Qurthubi (wafat 671H). Dan dapat juga mempelajari kitab tafsir lainnya seperti Tafsir Ibnul Jauzi (wafat 597H), dan Tafsir Asy Syaukani (wafat 1250H).
Namun dengan catatan, dalam sebagian kitab-kitab tafsir yang bagus dan mengandung limpahan ilmu tersebut, penulisnya -rahimahullah ‘alaihim- terkadang men-ta’wil ayat-ayat tentang sifat Allah. Tapi sedikit sekali ta’wil yang disepakati oleh mereka yang men-ta’wil nash Qur’an dan Sunnah dengan ta’wilan yang tercela. Penyebab terjadinya hal tersebut, -sepengatahuan kami- ada tiga:
- Pengaruh lingkungan tempat sang mufassir hidup
- Pengaruh guru tempat sang mufassir menuntut ilmu
- Pengaruh telaah kitab-kitab. Sebagian mufassir menelaah kitab-kitab yang memuat berbagai pemikiran manusia, lalu ia terpengaruh
Begitu juga dalam ilmu fiqih. Andai seorang penuntut ilmu sekedar membaca hadits-hadits saja ia akan mendapat banyak pemahaman dari apa yang ia baca. Namun hendaknya mereka juga mempelajari kitab-kitab fiqih seperti Umdatul Fiqhi yang merinci permasalahan-permasalahan furu’ atau juga kitab Zaadul Mustaqni. Allah telah memuliakan umat ini dengan adanya banyak kitab syarah dari Zaadul Mustaqni, baik dari ulama terdahulu maupun ulama di masa ini. Di antara syarah yang mudah dipelajari adalah yang ditulis oleh ulama masa ini, Syaikh Al Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, dalam kitab As Syarh Al Mumthi’. Kitab ini memang benar-benar memuaskan (mumthi’) karena di dalamnya terdapat bahasan-bahasan yang bermanfaat dan penjelasan-penjelasan yang langka. Semoga Allah memberikan ganjaran kepada beliau, menjadikan manfaat yang besar dari ilmu beliau, dan menambah keutamaan beliau.
Sedangkan dalam Sirah Nabawiyyah, mulailah dengan mempelajari Mukhtashar Sirah Nabawiyyah karya Imam Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Kemudian setelah itu mempelajari Sirah Nabawiyyah miliki Ibnu Hisyam (wafat 183H). Dan di zaman ini, walhamdulillah, kitab-kitab sirah sudah banyak yang diringkas.
Namun juga, semua ilmu ini dalam mempelajarinya membutuhkan ilmu-ilmu alat seperti ilmu ushul fiqih, qawa’id, musthalah, serta butuh perhatian terhadap ilmu bahasa arab dan qawaidul fiqhiyyah. Sehingga barulah seseorang memiliki kemampuan untuk mengambil ilmu dari dalil-dalil Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman yang benar.
Semua ini, tidak cukup hanya dengan membaca kitab secara otodidak, bahkan jika perlu seseorang menempuh perjalanan untuk mencari guru ke daerah lain jika memang di daerahnya tidak ada, sebagaimana yang dilakukan para salafus shalih dalam menuntut ilmu. Ini jika memang mampu untuk menempuh perjalanan tersebut. Jika tidak mampu menempuh perjalanan tersebut, maka bacalah kitab-kitab lalu kumpulkan hal-hal yang membingungkanmu, kemudian tempuhlah sekedar perjalanan pendek (untuk menanyakanya kepada ulama, pent). Apalagi di zaman ini berhubungan dengan ulama melalui telepon telah mencukupi kebutuhan tersebut tanpa harus bersusah payah. Walhamdulillah.
Wallahu’alam.
Sumber: http://www.ajurry.com/taseel.htm
Catatan:
Urutan dan jenis kitab dalam menuntut ilmu sebagaimana yang disebutkan di atas bukanlah suatu yangsaklek harus demikian. Setiap orang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda-beda sehingga sangat mungkin berbeda pula tahapan belajarnya. Dan akan sangat mungkin berbeda jawabannya jika ditanyakan kepada ulama yang lain. Namun yang pasti, seorang penuntut ilmu hendaknya belajar kepada seorang guru yang mapan ilmunya, sehingga sang guru dapat mengarahkan tahapan belajar yang cocok baginya.
Penyusun: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar